Buron Diinventarisasi; Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura Suatu Kemajuan

Kejaksaan Agung segera melakukan inventarisasi buronan Indonesia, baik tersangka maupun terpidana, yang lari ke Singapura. Langkah ini diambil terkait dengan akan ditandatanganinya perjanjian ekstradisi antara Singapura dan Indonesia.

Hal ini diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Hendarman Supandji kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (26/4). Ia mengatakan, setelah ditandatangani, pihak Kejaksaan Agung akan mengklarifikasi mengenai kejahatan apa saja yang bisa diekstradisi.

Kalau korupsi harus ada kesepakatan rumusan tindak pidana korupsi, bagaimana yang bisa diekstradisi, katanya.

Menurut dia, tindak pidana korupsi memiliki masa kedaluwarsa 18 tahun, bukan 15 tahun.

Para koruptor yang masih buron adalah Eko Edi Putranto, Sherny Kojongian, Tony Suherman, Sudjiono Timan, Lesmana Basuki, Andrian Kiki Ariyawan, Hari Matalata alias Hariram R Melwani, Samadikun Hartono, Nader Thaher, dan Bambang Sutrisno.

Kepada wartawan di Gedung DPR, kemarin, anggota DPR Ade Daud Nasution (Fraksi Partai Bintang Reformasi) menyebutkan, perjanjian ekstradisi itu harus didasari ketulusan Singapura membantu Indonesia.

Menurut dia, dengan penandatanganan perjanjian ini, tidak serta-merta kemudian para koruptor itu dapat dibawa ke Indonesia. Informasi dari anggota parlemen Singapura, setiap orang yang mendapatkan izin tinggal di Singapura bisa menggunakan jasa pengacara. Dengan itu, dipastikan pengembalian buron korupsi Indonesia yang ada di Singapura akan dibawa ke pengadilan sehingga dipastikan butuh waktu lama. Terlebih sejumlah koruptor warga Indonesia yang semula diduga ada di Singapura kini diinformasikan telah lari ke negara lain.

Namun, praktisi hukum A Zen Umar Purba di Jakarta, kemarin, menyatakan, perjanjian ekstradisi itu adalah sebuah kemajuan. Melihat dari sulitnya Indonesia mendapatkan persetujuan dari Singapura, siapa pun harus memandang perjanjian ini dengan optimistis dan visioner.

Salah satu debitor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Atang Latief (80) atau Lao Cheng Ho, tidak merasa khawatir dengan rencana perjanjian ekstradisi tersebut. Sebab, pihaknya merasa tak terlibat dalam suatu kasus pidana. Demikian disampaikan pengacara Atang Latief, Sugeng Teguh Santoso, saat mendatangi Badan Reserse Kriminal Polri, Kamis. (VIN/dik/TRA/SF)

Sumber: Kompas, 27 April 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan