Caleg Tanpa Komitmen
Indonesia Corruption Watch merilis sejumlah nama yang terdaftar sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2014. Dengan menguraikan beberapa indikasinya, ICW sampai pada kesimpulan bahwa nama-nama tersebut diragukan komitmennya dalam pemberantasan korupsi.
Ada nama yang disebut dalam persidangan menerima sejumlah uang. Ada yang tercatat sebagai bekas terpidana kasus korupsi. Juga ada yang ingin membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tentu ICW punya data yang dapat bermanfaat bagi rakyat. Rakyat pemilih tentu berhak mengetahui rekam jejak para calon anggota legislatif (caleg). Selain ICW, Komite Pemantau Legislatif Sulawesi juga merilis nama caleg yang memiliki rekam jejak buruk. Para caleg yang mereka sebut ”caleg cumi” tersebut di antaranya terlibat korupsi, melanggar HAM, pelecehan seksual, dan kekerasan dalam rumah tangga.
Termasuk juga mereka yang malas mengikuti sidang untuk membicarakan nasib rakyat.
Caleg cumi dikhawatirkan tak membawa perubahan, tidak memberikan perbaikan kehidupan bagi rakyat. Kita berharap agar Pemilu 2014 lebih baik dan bermartabat, tidak sekadar dijadikan pesta demokrasi formalitas lima tahunan. Juga tidak boleh hanya jadi momentum yang menandai babak baru perpolitikan, tetapi miskin substansi dan kualitas.
Kepentingan umum
Caleg sewajarnya berintegritas dan jauh dari perbuatan tercela. Sebagai wakil yang diharapkan memperjuangkan aspirasi rakyat, para caleg seharusnya memiliki nilai lebih dari kebanyakan warga masyarakat. Kita respek pada partai politik yang tegas tidak memberi tempat kepada sosok bermasalah untuk dicalonkan. Sebab, bagaimana bisa bicara kepentingan rakyat jika suka korupsi, melanggar HAM, dan membuat janji yang secara realitas tidak mungkin dipenuhi.
Dalam daftar caleg sementara, parpol peserta pemilu telah diberi kesempatan melakukan perbaikan. Namun, tidak berarti tugas parpol dan KPU selesai. Setidaknya mereka perlu mengapresiasi informasi ICW. Penyebutan nama seperti yang dilakukan ICW tidak selalu bisa disebut penghinaan atau pencemaran nama baik, seperti dimaksud dalam Pasal 310 Ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Hal yang dilarang dalam pasal tersebut adalah sengaja ”merusak kehormatan atau nama baik seseorang”. Jika dilakukan dengan ”tulisan atau gambar” disebut ”menista dengan tulisan (Ayat 2). Menghina atau mencemarkan nama baik (R Soesilo, 1994:226) adalah merusak kehormatan seseorang dan hanya dapat dihukum jika dilakukan dengan cara ”menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu” agar diketahui publik. Artinya, pelaku memiliki niat jahat (mens rea) merusak nama seseorang dengan menyampaikan sesuatu yang tidak benar yang tak dikehendaki korban.
Namun, dalam Ayat (3) pasal tersebut ditegaskan, tak termasuk menista dengan tulisan jika dilakukan untuk ”kepentingan umum”. Jika yang diungkap bertujuan untuk membela kepentingan umum yang diperkuat dengan fakta, dengan maksud agar rakyat mengetahui ada caleg yang akan dipilih tidak pantas karena tak punya komitmen pemberantasan korupsi, atau malah diduga terlibat, maka bagi yang menyampaikan kepentingan umum itu tidak dapat dihukum.
Setidaknya harus menunjukkan kekeliruan dan kelalaian bahwa secara nyata caleg itu telah melakukan perbuatan tertentu sehingga wajar diketahui pemilih. Terserah rakyat, apakah tetap akan dipilih atau tidak, yang penting disampaikan rekam jejaknya tanpa ada maksud memfitnah atau mencemarkan nama baik lantaran disertai fakta yang diperoleh secara benar.
Menolak caleg bermasalah, atau caleg tidak punya komitmen pemberantasan korupsi menurut ICW juga pernah disikapi Wakil Ketua DPR Pramono Anung sebagai cara untuk mengembalikan citra DPR di mata publik. Sebab, tidak bisa dimungkiri, sejumlah kasus korupsi, tindakan asusila, dan malas ikut sidang semakin memperburuk dukungan rakyat terhadap institusi parlemen.
Harus bersih
Tentu saja parpol punya tanggung jawab moral terhadap caleg yang diajukan, termasuk mereka yang saat ini duduk di DPR. Akan lebih baik kerja berat di awal daripada dihujat publik akibat ulah negatif anggota yang telanjur lolos ke parlemen. Caleg bermasalah sebaiknya disingkirkan dari awal karena pada akhirnya akan menjadi beban bagi parpol yang mengusulkan. Namun, harus dilakukan tanpa pandang bulu dan berlaku bagi semua yang telanjur bermasalah.
Pemilu 2014 dipastikan akan diwarnai berbagai intrik, tetapi rakyat tidak mungkin dikelabui lantaran sudah pintar dan amat kritis. Mereka sudah tahu mana loyang dan mana emas. Setidaknya bisa memilah dan menduga mana caleg yang bersih dan mana yang kotor, serta mana yang mampu memperjuangkan nasib rakyat.
Ketimbang jadi beban yang akan merusak kredibilitas partai, sebaiknya membiarkan rakyat menilai caleg yang telanjur didaftarkan di KPU. Kita ingin rakyat tidak dipaksa memilih kucing dalam karung.
Marwan Mas, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas 45, Makassar
Tulisan ini disalin dari, KOMPAS, 08 Juli 2013