Calon Hakim Agung Akui Terima Uang; Ketua Komisi Yudisial: Secara Moral Jabatan, Terlarang

Salah satu calon hakim agung, Abdul Wahid Oscar, mengaku pernah menerima uang terima kasih dari pihak yang berperkara. Abdul Wahid bersikukuh, pemberian itu tidak tergolong sebagai suap. Meskipun demikian, sejumlah kalangan meminta DPR mempertimbangkan hal tersebut.

Saya belum pernah menerima suap atau pemberian apa pun terkait jabatan. Tetapi, ada kalanya saya menerima uang terima kasih, hanya sesudah perkara selesai. Sebelumnya (perkara selesai), no way, ujar Abdul Wahid menjawab pertanyaan anggota Komisi III DPR, Almuzammil Yusuf, dalam uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung, Senin (2/7).

Mulai Senin kemarin hingga 6 Juli mendatang, Komisi III menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap 18 calon hakim agung. Kemarin, enam calon diuji. Mereka adalah Abdul Wahid, Prof Abdul Gani Abdullah, Prof Achmad Ali, Achmad Ubbe, Anang Husni, dan Bagus Sugiri.

Menurut Abdul Wahid, uang terima kasih yang pernah diterimanya maksimal Rp 1 juta. Itu pun dengan sensor ketat. Tidak semua saya ambil, saya pertimbangkan manusianya juga. Bermasalah atau tidak, ujarnya.

Sementara itu, calon lainnya, Prof Achmad Ali, dicecar dengan pertanyaan seputar dugaan korupsi yang sempat membawanya ke tahanan. Dalam kesempatan itu, ia menilai kasusnya sebagai bentuk pemberantasan korupsi yang tebang pesanan atau cruilty by order.

Calon hakim agung lain yang mendapat pertanyaan tajam anggota Komisi III adalah Achmad Ubbe. Anggota Komisi III, Pataniary Siahaan, mengaku heran dengan lolosnya Achmad Ubbe. Pasalnya, di dalam catatan yang diberikan Komisi Yudisial, Achmad Ubbe dinilai hanya memahami hukum adat dan kurang memahami hukum acara.

Pataniary lebih heran lagi ketika mendapati salah satu bagian pandangan Achmad Ubbe yang lebih memandang permasalahan korupsi dengan perspektif budaya dan sosial. Pataniary mempertanyakan, sebagai calon hakim agung, mengapa Achmad Ubbe tidak mengedepankan perspektif hukum.

Tak dapat dibenarkan
Pemberian uang terima kasih kepada salah satu calon hakim agung tidak terungkap dalam seleksi calon hakim agung di Komisi Yudisial.

Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas mengatakan, pemberian semacam itu seharusnya tidak boleh diterima. Secara moral jabatan, pemberian uang terima kasih tidak dapat dibenarkan, katanya. Ia khawatir, hal tersebut menjadi pintu awal bagi tindak yang lebih jauh.

Busyro berpendapat, calon tersebut tidak layak menjadi hakim agung. Menerima pemberian dengan alasan apa pun, jelasnya, melanggar kode etik.

Hal senada diungkapkan Fultoni dari Koalisi Pemantau Peradilan. Meskipun demikian, ia mengapresiasi secara positif kejujuran Abdul Wahid Oscar dalam mengungkapkan hal tersebut.

Susah cari malaikat di sini, kata Fultoni. (ana)

Sumber: Kompas, 3 Juli 2007
-------
Achmad Ali Ditanya Soal Kasus Korupsinya

Mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, Achmad Ali, kemarin menjalani uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon hakim agung di Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam uji kelayakan itu, sejumlah anggota komisi menanyakan kasus dugaan korupsi yang dilakukan Ali saat menjabat dekan di Universitas Hasanuddin.

Dalam uji kelayakan yang dipimpin Ketua Komisi Hukum Trimedya Pandjaitan itu, Ali mengatakan pejabat negara memiliki kewenangan diskresi melahirkan kebijakan untuk sesuatu yang tidak ada aturannya. Termasuk kebijakan yang dilakukannya saat menjabat dekan, kata Ali menjawab pertanyaan salah satu anggota Komisi Hukum, Yusuf Fanie, dari Fraksi Partai Bintang Reformasi.

Ali mengakui permintaan banding yang dilakukannya baru pertama terjadi di Indonesia. Alasannya pengadilan menyatakan menolak dakwaan jaksa atas kasusnya. Menurut Ali, permintaan banding dilakukan untuk menegaskan bahwa dirinya sebagai dekan saat itu memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan yang berkaitan dengan institusinya.

Dia menjelaskan menjadi hakim agung merupakan sarana untuk mencapai visinya memberantas korupsi. Ali mengaku siap mati dalam menjalankan tugas sebagai hakim agung, apalagi dalam menangani kasus tindak pidana korupsi yang saat ini masih terkesan tebang pilih.

Dari 18 orang calon, kemarin Komisi Hukum melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap Achmad Ali, Abdul Gani Abdullah, Abdul Wahid Oscar, Achmad Ubbe, Anang Husni, dan Bagus Sugiri.

Hari ini Komisi Hukum DPR akan kembali melanjutkan uji kelayakan dan kepatutan lagi. Dari 18 orang itu, nantinya akan dipilih 6 orang untuk menjadi hakim agung. kurniasih b

Sumber: Koran Tempo, 3 Juli 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan