Cek untuk Ismoko Bukan dari BNI

Brigadir Jenderal Samuel Ismoko dalam nota pembelaan dirinya (eksepsi) menyatakan delapan lembar traveler's check senilai Rp 200 juta, yang diterimanya dari BNI, tidak ada sangkut-pautnya dengan kasus L/C fiktif BNI. Cek itu diterimanya terkait dengan keberhasilan Ismoko menuntaskan kasus Bank Pembangunan Daerah Bali.

Traveler's check itu tidak dinikmati secara pribadi, melainkan untuk dana operasional, kata Juniver Girsang, kuasa hukum Ismoko, saat membacakan eksepsi dalam sidang yang dipimpin hakim Herry Sasongko kemarin. Ismoko juga tidak mengetahui sejumlah uang yang diserahkan Dicky kepada tim penyidik.

Dalam persidangan sebelumnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, jaksa Sahat Sihombing mendakwa mantan Direktur II/Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI itu telah melakukan penyalahgunaan wewenang atau jabatan selama melakukan penyidikan terhadap kasus korupsi BNI 46 Cabang Kebayoran Baru, yang merugikan negara sebesar Rp 1,3 triliun. Seperti sidang sebelumnya, Ismoko--yang mengenakan baju safari berwarna cokelat--tampak tenang.

Menurut Juniver, dalam melakukan penyidikan kasus BNI, Ismoko justru bersikap persuasif agar pihak-pihak yang diperiksa bisa datang dengan sukarela. Langkah tersebut sama sekali tidak melanggar ketentuan yang ada. Malah mendapatkan hasil yang baik sehingga pemberkasan kasus BNI bisa diselesaikan dalam waktu 60 hari, ujar Juniver.

Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu kooperasi tidak diuraikan dalam dakwaan primer. Hal ini menyebabkan dakwaan kabur dan harus dibatalkan demi hukum, kata Juniver.

Pada bagian lain Juniver menilai tim jaksa penuntut umum tidak menguraikan dakwaannya secara cermat, jelas, dan lengkap tentang kerugian keuangan negara. Begitu pula tentang uang suap yang diterima Ismoko sebesar Rp 15,5 miliar.

Juniver juga mempermasalahkan surat dakwaan yang sudah ditandatangani oleh jaksa Sahat Sihombing pada 27 April 2006, padahal surat perintah dari Ketua Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan--yang menunjuk Sahat sebagai ketua tim penuntut--baru keluar pada 28 April 2006. Akibat hukumnya, dakwaan tidak sah. Jadi harus dibatalkan demi hukum, ujarnya.

Selain itu, jaksa dalam dakwaannya tidak menjelaskan secara lengkap siapa saja pihak yang diuntungkan dari kasus dugaan suap ini. Dakwaan, kata Juniver, tidak bisa mengurai secara cermat dan jelas unsur kerugian keuangan negara. Karena itu, dakwaan ini bias sehingga harus ditolak dan dibatalkan demi hukum, ujarnya. AGOENG WIJAYA

Sumber: Koran Tempo, 31 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan