Dana Perbaikan Kantor Desa di Klaten Diselewengkan

Aliansi Rakyat Antikorupsi Klaten menemukan penyimpangan bantuan dana perbaikan kantor pemerintah desa yang rusak karena gempa tahun lalu. Dari total dana perbaikan Rp 9,755 miliar, Rp 3 miliar di antaranya diselewengkan. Dana ini seharusnya untuk perbaikan 107 kantor desa di 14 kecamatan.

Menurut Koordinator Aliansi Rakyat Antikorupsi Klaten Abdul Muslih, dana yang berasal dari bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 9,145 miliar dipotong 18 persen. Sedangkan bantuan dari Pemerintah Kabupaten Klaten senilai Rp 610 juta dipotong 32 persen.

Dari 107 kantor desa yang akan diperbaiki, tiga desa mendapatkan bantuan langsung dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan 104 desa lainnya memperoleh bantuan dari Pemerintah Kabupaten Klaten. Dengan pemotongan tersebut, bantuan dari provinsi yang menguap sekitar Rp 109,8 juta.

Sedangkan bantuan dari Pemerintah Kabupaten Klaten yang menguap kurang-lebih Rp 2,92 miliar. Sehingga total kerugian negara dari pemotongan yang tidak jelas ini mencapai Rp 3 miliar. Masyarakat mengabaikan penyimpangan ini karena sibuk memperbaiki rumah masing-masing yang rusak akibat gempa tahun lalu, kata Muslih di Klaten kemarin.

Untuk memperbaiki kantor desa yang rusak, setiap kantor pemerintah desa mendapatkan jatah rata-rata Rp 125 juta untuk yang rusak berat. Tapi, setelah dipotong, setiap desa hanya menerima Rp 85 juta. Meski demikian, Aliansi Rakyat Antikorupsi Klaten tidak menunjuk siapa yang harus bertanggung jawab atas pemotongan bantuan ini.

Menanggapi dugaan pemotongan bantuan ini, Sekretaris Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Klaten Eko Medisukasto menyatakan pihaknya tidak tahu-menahu ihwal pemotongan bantuan. Menurut dia, kantor desa yang fasilitasnya rusak akibat gempa pada 27 Mei 2006 memang diminta mengajukan permohonan bantuan.

Sebelum menyetujui permohonan ini, petugas dari Pemerintah Kabupaten Klaten turun ke lapangan untuk mengecek langsung. Jika laporan benar, Bupati Klaten akan langsung menyetujui. Setelah itu bagaimana prosesnya, kami tidak tahu, katanya. imron rosyid

Sumber: Koran Tempo, 26 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan