Dapat Magsaysay Award

Nama Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki masuk daftar penerima hadiah Ramon Magsaysay Award tahun ini. Dia menerima penghargaan yang sering juga disebut Nobel Asia itu karena dinilai mempunyai keberanian dalam menentang korupsi di Indonesia.

Selain itu, Teten dinilai layak menerima penghargaan karena upayanya membersihkan pemerintahan dari tindak korupsi. Penghargaan tersebut akan diserahkan di Manila pada 31 Agustus mendatang.

Saya terjun (ke upaya pemberantasan korupsi, Red) setelah terlibat demonstrasi 1985 untuk membela petani yang tanahnya diserobot, kata Teten dalam pernyataannya, seperti dikutip Associated Press dan AFP, kemarin.

Pria yang lahir dari keluarga petani 42 tahun lalu itu bergabung ICW pada 1998. Saat itu ICW menyediakan informasi mengenai korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tahun lalu, LSM itu menangani 432 kasus korupsi senilai USD 580 juta (sekitar Rp 5,6 triliun).

Teten tak sendirian sebagai penerima Ramon Magsaysay. Ada enam tokoh Asia yang meraih penghargaan berkat kiprah mereka. Penghargaan yang diberikan setiap tahun itu juga diterima seorang senator Thailand, dokter kanker India, dan tiga tokoh dari Korsel, Laos, dan Bangladesh.

Senator Jon Ungphakorn, 58, dari Thailand, menerima penghargaan itu atas pengabdiannya dalam pemerintahan. Dia dinilai senantiasa menghormati hak-hak manusia dan patuh atas norma-norma kemanusiaan.

Ungphakorn tertarik pada bidang sosial ketika terjadi konflik politik pada 1970. Sepuluh tahun kemudian, dia mendirikan Thai Volunteer Service yang memberi perhatian kepada mahasiswa tak mampu dengan melibatkan organisasi pemerintah. Pada 1991 dia mendirikan AIDS-Access Foundation dan memelopori konsultasi HIV/AIDS kepada penderita dan keluarganya. Dia terpilih jadi senator pada 2000.

Dari India, Dr V. Shanta dianugerahi penghargaan tersebut atas kiprahnya pada Cancer Institute di Chennai, India. Dia dinilai sangat telaten dan sabar mempelajari serta menggeluti kanker di India. Dia hanya bekerja dengan seorang rekannya saat institut tersebut didirikan pada 1954.

Pemenang lainnya adalah Sombath Somphone dari Laos. Jiwa kepemimpinannya dalam melatih dan memotivasi generasi muda di Laos diacungi jempol. Sedangkan Mathiur Rahman, jurnalis Prothom Alo dari Bangladesh, meraih penghargaan untuk bidang komunikasi kreatif. Yoon Hye-Ran dari Korsel dapat penghargaan emergent leadership. Tahun ini, tidak ada penghargaan untuk kategori perdamaian dan pemahaman internasional. (ap/afp/hep)

Sumber: Jawa Pos, 2 Agustus 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan