Depkeu Bagi Bonus Rp 4,3 T

Kantong pegawai Departemen Keuangan mulai 1 Juli lalu bertambah tebal. Hal itu terkait dengan keputusan Menteri Keuangan Sri Mulyani menggulirkan reformasi birokrasi yang salah satu programnya adalah pemberian remunerasi atau tunjangan pegawai Rp 4,3 triliun. Program yang lain adalah evaluasi atas jumlah pegawai Depkeu yang kini 62 ribu orang.

Sri Mulyani mengatakan, reformasi birokrasi menjadi prioritas utama Depkeu saat ini. Tentu reformasi ini akan ada risikonya. Tapi, kalau tidak dilakukan sekarang, kapan lagi, ujar Menkeu saat bertemu dengan pemimpin media massa di Graha Niaga, Jakarta, akhir pekan lalu.

Sebagai departemen yang mempunyai cabang terbanyak di daerah dibandingkan departemen lain, menurut Menkeu, Depkeu harus menjadi pelopor reformasi birokrasi.

Mengenai pemberian tunjangan pegawai, mantan direktur eksekutif IMF perwakilan Asia Pasifik itu menyebutkan sudah diberlakukan mulai 1 Juli lalu. Di Depkeu, remunerasi disebut tunjangan khusus pembinaan keuangan negara (TKPKN) yang diberikan kepada pegawai terendah hingga pejabat di eselon satu tertentu. Nilai yang diberikan per pegawai bervariasi, mulai Rp 1,33 juta per bulan hingga Rp 46,95 juta per bulan, jelas Ani -sapaan akrab Sri Mulyani.

Besaran tunjangan bergantung kepada grade pekerjaan yang disandang. Penerima tunjangan terbesar adalah Ditjen pajak, bea cukai, dan Bapepam. Khusus pegawai di lingkungan Ditjen Pajak, tambahan dana yang diterima bisa lebih besar. Sebab, selain menerima TKPKN, mereka diberi bonus tambahan, yakni tunjangan kerja tambahan (TKT). Nilai TKT itu bervariasi dari golongan terendah hingga setingkat Dirjen.

Menkeu berdalih, sistem perbaikan gaji tersebut merupakan bagian dari penerapan reformasi birokrasi. Institusi Depkeu mengemban tugas yang paling berat dan rawan. Saya menginginkan para pegawai bekerja baik dan profesional. Makanya, perlu diberikan remunerasi untuk menghargai kinerja pegawai. Saya katakan lagi, kebijakan reformasi ini tentu ada risikonya, tapi harus kita mulai, tegasnya.

Kebijakan remunerasi itu diatur melalui Keputusan Menteri Keuangan No. 289/KMK.01/2007 dan 290/KMK.01/2007 yang ditandatangani Sri Mulyani Indrawati akhir bulan lalu. Menkeu menambahkan, kebijakan remunerasi merupakan bagian kecil dari skema reformasi birokrasi di Depkeu. Mudah-mudahan setelah ada kebijakan ini tak ada lagi pejabat eselon I Depkeu menjadi komisaris di tempat lain karena gajinya sudah tinggi, tuturnya.

Menurut Ani, selama ini gaji pejabat eselon I Depkeu jauh di bawah gaji profesional di pasar. Setelah keluar remunerasi ini, gaji orang pintar di Depkeu menjadi mendekati market. Walaupun, terpautnya tetap saja jauh, tambahnya. Yang jelas, kata Ani, kebijakan tersebut telah dilaporkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Ibu tiga orang anak itu menambahkan, tim reformasi birokrasi Depkeu juga mengkaji jumlah pegawai Depkeu yang kini 62 ribu orang. Kami akan mengatur jumlah yang begitu besar ini. Tapi, apakah ada lay off (PHK, Red) atau tidak, masih dalam kajian, katanya.

Keputusan Depkeu menggelontor dana triliunan rupiah ke pegawainya itu dikritik pengamat ekonomi. Menurut mereka, langkah tersebut dipastikan membebani anggaran negara. Padahal, di lain sisi besaran angka kemiskinan masih menjadi salah satu problem terkini bangsa. BPS mencatat ada 31,5 juta orang miskin. Jika tunjangan Depkeu Rp 4,3 triliun itu dibagikan kepada mereka, setiap orang akan mendapatkan Rp 136 ribu per tahun, ujar ekonom Tim Indonesia Bangkit Ichsanuddin Noorsy kepada Jawa Pos di Jakarta kemarin.

Mantan Komisaris Bank Permata itu menyebutkan, langkah yang dilakukan pemerintah itu akan menguatkan pendapat bahwa pemerintahan tidak berpihak kepada orang miskin. Ini menjadi bukti konkret tidak adanya keberpihakan pemerintah terhadap orang miskin, lanjutnya.

Dia juga mengemukakan bahwa dana Rp 43 triliun sangat besar bila digunakan untuk proyek padat karya. Berapa jumlah tenaga kerja yang terserap? Berapa kemiskinan yang bisa berkurang, kritiknya. (yun/iw)

Sumber: Jawa Pos, 9 Juli 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan