Diskresi Pejabat Tidak Berpihak ke Publik

Ketentuan diskresi yang dimiliki pejabat administrasi pemerintahan yang dimuat Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan bisa membahayakan. Diskresi itu mengkhawatirkan. Semangat diskresi itu tidak propublik. Harusnya diskresi dipatok dengan rambu-rambu jelas dan transparan termasuk kapan diskresi boleh digunakan, hak informasi dan konsultasi, dengar pendapat, ataupun berkas acara pemeriksaan, ujar Pipit R Kartawidjaja dari Watch Indonesia di Berlin lewat surat elektroniknya pekan lalu

RUU Administrasi Pemerintahan yang kini disiapkan pemerintah menyebutkan diskresi adalah keputusan pejabat administrasi pemerintahan yang bersifat khusus, bertanggung jawab, dan tidak melanggar asas-asas pemerintahan yang baik, dengan maksud untuk lebih cepat, efisien, dan efektif mencapai tujuan yang diamanatkan UUD 1945.

Pipit menilai ada yang bertolak belakang dari semangat diskresi versi RUU Administrasi Pemerintahan dengan ermessen versi UU Prosedur Administrasi Negara Jerman. Ermessen hanya dapat digunakan jika UU memberikan peluang bagi publik atau warga negara untuk berargumentasi. Itu terjadi karena kenyataan bahwa dinamika masyarakat bergerak mendahului UU. Sebaliknya, diskresi dalam RUU Administrasi Pemerintahan bersifat aktif, publik yang pasif. Pejabat menggunakan diskresi tanpa partisipasi warga negara, ujarnya.

Wakil Ketua Komisi II DPR Sayuti Asyathri (Fraksi Partai Amanat Nasional, Jawa Barat III) Minggu (18/6) siang menilai rumusan diskresi itu mencerminkan gambaran kepanikan pemerintah yang tak percaya pada UU. Padahal, semua itu terjadi karena ketidaktegasan koordinasi dan tidak adanya visi reformasi. Aturan tentang diskresi sudah ada dalam berbagai UU dan batasannya lebih jelas. Diskresi dalam RUU Administrasi Pemerintahan itu terlalu normatif, dan tolok ukurnya tak jelas, katanya.

Anggota Komisi II DPR Suharso Monoarfa (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Gorontalo) menilai pemberian diskresi tanpa batasan jelas hanya akan mengembalikan kecenderungan pemerintah yang otoriter. Diskresi yang bertubrukan dengan kepentingan publik akan menghadapkan pejabat dengan tanggung gugat dan tanggung jawab jika menimbulkan kerugian negara, ujarnya. (dik)

Sumber: Kompas, 20 Juni 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan