Eksekusi Harta Puteh Ditunda Setelah Lebaran

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan eksekusi harta Abdullah Puteh setelah Lebaran. Saat ini, keluarga Puteh tengah berupaya menjual sebidang tanah untuk menutupi kekurangan ganti rugi sebesar Rp6,564 miliar seperti keputusan Mahkamah Agung.

Mudah-mudahan setelah Lebaran kita akan melakukan eksekusi. Bagaimana bentuknya, kita lihat lagi, kata Khaidir Ramli, salah satu jaksa KPK kepada wartawan, kemarin.

Keputusan ini diambil setelah kedatangan Marlinda Purnomo, istri Puteh, ke Kantor KPK, kemarin. Kunjungan tersebut dalam rangka meminta tenggang waktu membayar ganti rugi atas korupsi pembelian helikopter MI-2 Rostov oleh suaminya.

Menurut Khaidir, mereka memenuhi permintaan Marlinda itu karena pertimbangan kemanusiaan. Dalam jangka waktu itu, tanah seluas 1.961 meter persegi milik Puteh di Cipete, Jakarta Selatan, diharapkan akan terjual.

Menurut data yang diperoleh KPK, harga jual tanah tersebut senilai Rp4

juta per meter persegi, sehingga nilainya masih lebih besar daripada ganti rugi yang harus dibayarkan oleh Puteh.

Jika tanah terjual di atas nilai Rp7 miliar, hasilnya harus diserahkan ke KPK terlebih dulu. Sebesar Rp7 miliar untuk membayar ganti rugi dan denda, sedangkan sisanya akan dikembalikan ke Marlinda, katanya.

Lebih jauh, Khaidir mengatakan, jika ada kekhawatiran calon pembeli karena tanah tersebut milik Puteh, maka dapat menghubungi KPK untuk mengklarifikasinya. Pada prinsipnya dia (Marlinda) beriktikad baik membayar. Mudah-mudahan sebelum kita turun (tangan), dia sudah membayarnya. Jika lebih dari satu bulan, akan kami lakukan sita sertifikat, katanya.

Mahkamah Agung menjatuhkan putusan atas kasasi Puteh pada Selasa (13/9), dengan vonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan penjara. Majelis hakim kasasi di MA yang diketuai Artijo Alkostar itu juga memutuskan Puteh harus membayar ganti rugi kepada negara Rp6,564 miliar yang harus dipenuhi paling lambat satu bulan setelah keputusan kasasi tersebut.

Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara atas nama Puteh yang diperoleh Media dari KPK, per 16 September 2002, Puteh memiliki total harta Rp13,01 miliar dan US$38.462. Harta itu berupa tanah dan bangunan senilai Rp5,7 miliar, alat transportasi Rp705 juta, logam mulia senilai Rp473 juta, perkebunan sawit senilai Rp1,2 miliar, surat berharga Rp3,16 miliar, giro dan setara kas lainnya Rp1,70 miliar dan US$38.462.

Saling bantah

Sementara itu, dalam persidangan kasus suap di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang melibatkan pengacara Puteh, Teuku Syaifuddin alias Popon, dua terdakwa saling bantah.

''Saya menerima uang itu untuk disimpan dan penggunaannya menunggu terdakwa dua (M Soleh). Saya hanya dititipi saja, kata Ramadhan Rizal, dalam persidangan di Pengadilan Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.

Berbeda dari keterangan Rizal, panitera muda pidana Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta M Soleh menyangkal menitipkan uang tersebut ke Rizal.

Tidak pernah ada kata-kata menitipkan, hanya isyarat tangan saja untuk menyerahkan uang itu kepada Ramadhan Rizal, kata Soleh yang duduk di samping Rizal, saat keduanya memberikan keterangan di depan persidangan.

Tidak hanya masalah menitipkan uang, mereka berdua juga saling bantah

mengenai pemberitahuan pelaksanaan musyawarah majelis hakim yang menangani kasus banding Abdullah Puteh.

Terdakwa dua memberitahukan kepada saya mengenai telah dilangsungkannya musyawarah majelis hakim kasus Puteh. Saya tidak bertanya mengenai hal itu, kata Ramadhan menjawab pertanyaan salah seorang anggota majelis hakim, Sutiyono.

Sedangkan Soleh membantah ia memberitahukan hal itu. Ia mengaku yang bertanya mengenai hal itu adalah Ramadhan. (*/Cr-51/J-1)

Sumber: Media Indonesia, 19 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan