Eksekusi Lambat, Hukum Korup; Melibatkan Semua Penegak Hukum

Lambatnya eksekusi terhadap 10 terpidana penganiaya Wahyu Hidayat kembali menegaskan buruknya tradisi institusi penegak hukum. Kebiasaan buruk itu menjadi cermin proses hukum yang sangat korup, baik yang berkaitan dengan tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus.

Sorotan itu disampaikan anggota Komisi III, Benny K Harman (Fraksi Partai Demokrat, Nusa Tenggara Timur I), yang dihubungi Kompas, Minggu (15/4). Eksekusi tidak bisa dijalankan? Menurut saya ada kesengajaan, bukan kebetulan, kata Benny.

Secara terpisah, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Abdul Hakim Ritonga mengatakan, ia sudah menghubungi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Suhartoyo, mempertanyakan eksekusi terpidana penganiayaan tersebut. Kita lihat, kenapa saat itu tidak juga dilaksanakan. Kita tunggu laporan dari Bandung, kata Ritonga menjawab pertanyaan apakah jaksa Kejaksaan Negeri Sumedang akan dimintai keterangan.

Dalam kasus penganiayaan hingga tewas terhadap Wahyu Hidayat, mahasiswa Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (sebelum bergabung dengan Institut Ilmu Pemerintahan menjadi Institut Pemerintahan Dalam Negeri) tahun 2003, Mahkamah Agung menjatuhkan putusan pada 25 Januari 2005 dan 29 September 2005. Kejaksaan Negeri Sumedang mengirimkan surat bantuan pemanggilan terpidana kepada Rektor IPDN tanggal 31 Juli 2006 dan 4 April 2007 untuk dieksekusi. Namun, eksekusi baru terlaksana pada 13 April 2007, seorang di antaranya belum ditemukan.

Bukan sekali ini eksekusi lambat dilakukan. Menurut Benny, sistem yang buruk tersebut melibatkan semua unsur penegak hukum, baik polisi, pengadilan, maupun kejaksaan. Bahkan, Mahkamah Agung tidak pernah mengumumkan putusan kasasi sehingga publik tak dapat mengontrol.

Jaksa harus ditindak
Mengenai eksekusi terpidana penganiaya Wahyu Hidayat, Benny berpendapat, jaksa yang bertanggung jawab atas perkara tersebut harus ditindak. Tidak cukup kalau hanya ditanya. Jaksa harus diproses secara hukum juga. Lambatnya eksekusi kan menunjukkan ada kolusi di situ, ujar Benny.

Firmansyah Arifin dari Konsorsium Reformasi Hukum Nasional menilai, lambatnya eksekusi akibat lemahnya kontrol antarpenegak hukum. (idr)

Sumber: Kompas, 16 April 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan