Giliran Debitor Didakwa Korupsi

Kata terdakwa, potensi kerugian negara muncul setelah mereka ditahan.

JAKARTA -- Tiga anggota direksi PT Cipta Graha Nusantara (CGN), terdakwa kasus dugaan penyimpangan dan kredit macet di Bank Mandiri, mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin. Ketiga anggota direksi yang didakwa dengan dugaan kerugian negara Rp 165 miliar itu adalah Direktur Utama PT Cipta Graha Nusantara Edyson, komisaris Saiful Anwar, dan direktur Diman Ponijan.

Menurut jaksa penuntut umum F.X. Soehartono, ketiga anggota direksi PT CGN itu diduga melakukan penyimpangan terhadap penggunaan kredit yang mereka ajukan ke Bank Mandiri pada 2002.

Indikasi penyimpangan itu, kata Soehartono, berawal dari pengajuan kredit investasi Cipta Graha untuk mendapatkan dana talangan US$ 18,5 juta atau setara dengan Rp 160 miliar. Dana talangan itu dikucurkan untuk membeli aset PT Tahta Medan.

Sebelum kredit mengucur, Cipta Graha diharuskan menyiapkan self financing US$ 91 juta. Tapi, kata jaksa, dana itu tidak mungkin disiapkan karena Cipta Graha baru berdiri pada 2002. Kendati demikian, dana talangan tetap mengucur, ujar Soehartono.

Selain itu, kata jaksa, menurut perjanjian kredit investasi penggunaannya, dana US$ 485 ribu--yang diambil dari sisa dana talangan--digunakan untuk renovasi Hotel Tiara dan melanjutkan pembangunan Tiara Tower di Medan. Tapi ternyata sisa dana kredit investasi US$ 485 ribu itu telah disimpangkan para terdakwa, kata Soehartono.

Tindakan para terdakwa, menurut jaksa, telah menguntungkan korporasi, yakni Cipta Graha, PT Media Televisi Indonesia Rp 54,5 miliar, dan sejumlah orang. Total dugaan kerugian negara Rp 160 miliar, ujar jaksa.

Ketua majelis hakim Syarifudin memberi kesempatan kepada para terdakwa mengajukan keberatan (eksepsi) atas dakwaan jaksa. Semula para terdakwa mengaku tidak mengerti atas dakwaan jaksa. Tapi setelah diulangi secara ringkas, mereka mengerti dan meminta menyampaikan keberatannya.

Diman Ponijan, mewakili dua terdakwa lainnya, membacakan eksepsi berjudul Jeritan Mohon Keadilan. Dia menyatakan bahwa perusahaannya selalu membayar angsuran pokok dan bunga serta tidak melakukan kredit macet. Kami bukanlah koruptor dan juga bukan pelaku kejahatan. Kami menjadi korban dan sengaja dikorbankan dengan mengatasnamakan pemberantasan korupsi, katanya.

Diman membantah telah merugikan negara. Kami bahkan menguntungkan negara. Potensi kerugian justru muncul setelah kami ditahan dan hotel disegel, ujarnya.

Hal senada dikatakan John Waliry, anggota tim pengacara. Menurut dia, kredit Cipta Graha belum jatuh tempo sehingga baru bisa diperkirakan menjadi kredit macet setelah adanya kasus ini.

Tim pengacara meminta jaksa menyidik aliran aset dana yang ada ke beberapa pihak. Dia mengatakan, pada 2002 Badan Penyehatan Perbankan Nasional telah melelang atas hak tagih BPPN kepada PT Pengelola Investama Mandiri dan Yayasan Dana Pensiun Bank Mandiri III. Lelang ternyata dimenangi oleh PT Tri Manunggal Mandiri Persada dengan nilai Rp 97 miliar. Nilai itu lebih rendah daripada yang dibeli PT Cipta Graha, ujar Waliry. DIAN YULIASTUTI

Koran Tempo, 19 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan