Gubernur Kaltim Masuk Penjara

Komisi Pemberantasan Korupsi kembali membuat kejutan. Tadi malam, KPK mengirim Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Suwarna Abdul Fattah ke Rutan Mabes Polri. Dia dijebloskan ke penjara setelah diperiksa selama 14 jam sejak pukul 09.00.

Suwarna adalah gubernur kedua yang ditahan KPK setelah Gubernur NAD Abdullah Puteh. Ketika keluar dari gedung KPK pukul 22.50, wajah Suwarna pucat. Dengan didampingi tim pengacara dan tim penyidik KPK, Suwarna yang mengenakan kemeja putih dan dibalut jaket hitam enggan berkomentar ketika dicegat wartawan.

Dia hanya tersenyum sambil buru-buru menaiki mobil tahanan KPK jenis Kijang Silver bernopol B 2040 BQ.

Sebelumnya, di sela-sela pemeriksaan, kuasa hukum Suwarna, Sugeng Teguh Santoso, menyatakan kliennya hanya menjalankan tugas. Dia hanya mengerjakan kebijakan politis yang tidak bisa dipidana, kata Sugeng.

Pemeriksaan kemarin adalah yang keempat. Suwarna diperiksa terkait kasus dugaan korupsi proyek lahan sejuta hektare untuk perkebunan kelapa sawit di Berau, Kaltim. Dalam kasus yang sama, sejumlah mantan pejabat juga diperiksa sebagai saksi. Mereka adalah mantan Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail dan mantan Sekjen Departemen Kehutanan dan Perkebunan Soeripto.

Menurut Ketua KPK, Taufiequrrahman Ruki, tersangka Suwarna dititipkan di Rutan Mabes Polri selama 20 hari. Penitipan tersangka dilakukan agar proses penyidikan berjalan cepat, dan segera bisa dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor. Malam ini KPK mengeluarkan keputusan penting dengan melakukan upaya paksa pada yang bersangkutan, ujarnya.

Wakil Ketua KPK Tumpak Hatarongan Panggabean dalam jumpa pers tadi malam mengatakan KPK telah menemukan dua alat bukti sebagai syarat minimal untuk meningkatkan stats Suwarna dari saksi menjadi tersangka. Menurutnya, Suwarna terlibat pelepasan hutan dan izin pemanfaatan hutan serta rekomendasi izin yang tidak memerlukan garansi.

Semua dilakukan tanpa ketentuan yang berlaku dari Menteri Kehutanan tentang izin pemanfaatan kayu, ujarnya. Ini, kata dia, bertentangan dengan PP no 6 tahun 1999 tentang pengusahaan hutan dan pemungutan hasil hutan. Luas yang diselewengkan sekitar 147 hektare yang terletak di beberapa kabupaten di Kalimantan Timur, termasuk Berau. Kerugian negara senilai Rp 440 Miliar.

Perlu kami tegaskan ini bukan kasus illegal logging tapi pemberian izin-izin kawasan hutan untuk perkebunan, ujarnya. Tapi, pada kenyataannya, bukan digunakan untuk perkebunan, melainkan diambil kayunya. Ketika seluruh kayunya habis, tapi belum sejuta kelapa sawit ditanam.

Menurut Tumpak, hasil penyidikan KPK menyebutkan bahwa yang benar-benar ditanami hanya tiga persen. KPK mempunyai bukti foto satelit dari ITB. Izin diberikan pada 11 perusahaan yang tergabung dalam holding company Surya Damai Group atau SDG, ujar Tumpak. Kasusnya ini terjadi pada durasi 1999 hingga 2002.

Dijelaskannya, gubernur memang punya kewenangan. Tapi, jika luasnya 147 hektare bukan lagi menjadi kewenangannya, melainkan Menteri Kehutanan. Suwarna disangka melanggar pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 UU 31 tahun 1990 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 UU 20 tahun 2001. (ein)

Summber: Jawa Pos, 20 Juni 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan