Hakim Agung Artidjo Anggap KY Teledor

Artidjo Alkotsar benar-benar sewot dengan laporan Komisi Yudisial (KY) yang menyatakan bahwa dirinya termasuk 13 hakim agung bermasalah. Sejak muncul pemberitaan itu, nama saya jadi remuk redam akibat keteledoran KY, katanya.

Tak hanya itu, lanjut dia, telepon rumah dan HP-nya tak pernah berhenti berdering. Peneleponnya bukan hanya para kolega dan kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Para kiai Madura dan Situbondo pun telepon. Intinya, mereka bertanya soal kebenaran berita itu. Beruntung, setelah saya jelaskan bahwa itu tidak benar, mereka percaya. Kalau tidak percaya kan bisa gawat, kata Artidjo kepada Jawa Pos, kemarin.

Karena itu, Artidjo berencana menggugat KY dengan pasal pencemaran nama baik. Itu dilakukan jika lembaga pimpinan Busyro Muqqodas tersebut tidak segera menarik dan mencabut pemberitaan yang mencantumkan dirinya dalam daftar 13 hakim agung bermasalah. Dalam hal apa saya dimasukkan hakim agung bermasalah, saya tidak tahu. Sebab, saya belum pernah diklarifikasi, apalagi diperiksa KY, keluh tokoh yang lama aktif sebagai pengacara itu.

Memublikasikan seseorang yang dianggap bermasalah tanpa klarifikasi atau diperiksa dahulu merupakan kesalahan mendasar KY. Itu sama saja KY melanggar pasal 22 UU Nomor 22 Tahun 2004. Bagaimana KY bisa menegakkan hukum kalau KY sendiri ikut melanggarnya, tanya pria kelahiran Situbondo itu.

Meski demikian, Artidjo berupaya menghubungi Busyro untuk menanyakan dalam putusan apa dirinya dilaporkan masyarakat, lalu dimasukkan dalam deretan 13 hakim agung bermasalah. Pak Busyro mengaku lembaganya tidak bermaksud seperti itu. Dan, akan mencabut nama saya yang telanjur masuk daftar 13 hakim agung bermasalah. Katanya akan dilakukan dalam waktu dekat ini, ungkap bekas pengacara Udin, wartawan Bernas yang tewas dibunuh itu.

Belakangan, Artidjo tahu bahwa dirinya memang dilaporkan seseorang yang kasusnya pernah ditangani timnya. Warga tadi, kata Artidjo, dirugikan atas keputusan sengketa tanah seluas 500 m2 di daerah Kudus, Jateng. Saya sendiri sudah tidak ingat kasusnya. Katanya menyangkut tanah seluas 500 m2 di Kudus. Saya sendiri saat itu hanya menjadi hakim anggota. Sementara itu, ketuanya adalah Pak Parman Suparman, terang guru besar Universitas Islam Indonesia (UII) itu.

Seharusnya, KY lebih selektif dan mencermati benar laporan masyarakat ke KY. Yang harus dilakukan adalah klarifikasi serta kroscek kepada yang dilaporkan. Jadi, tidak langsung diumumkan ke publik. Padahal, isi laporan belum tentu benar. Kalau KY percaya begitu saja setiap laporan yang masuk tanpa melakukan klarifikasi, ya rusak jadinya, akunya gerah.

Banyak orang tidak percaya bahwa Artidjo masuk daftar hakim bermasalah. Mereka, antara lain, Ketua Kajian Korupsi UGM Denny Indrayana maupun Ketua Komisi Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Firmansyah. Saya tidak percaya jika Pak Artidjo masuk hakim bermasalah. Kecuali kalau benar, ada buktinya. Sebab, selama ini saya mengenalnya sebagai hakim yang lurus dan jujur, kata Denny Indrayana saat dihubungi Jawa Pos. (bh)

Sumber: Jawa Pos, 1 Februari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan