Hakim Tak Berwenang Nilai Penahanan Prihandono

Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan tidak berwenang menilai penahanan Brigadir Jenderal (Purnawirawan) TNI Prihandono, yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan helikopter Mi-17 di Departemen Pertahanan. Yang berwenang adalah lembaga praperadilan, kata ketua majelis hakim Agung Rahardjo saat membacakan putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin.

Dalam kasus ini Prihandono ditahan sejak 24 April 2007. Masa penahanan itu seharusnya berlaku hanya sampai 14 Mei 2007. Namun, belakangan, jaksa mengajukan surat perpanjangan penahanan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pengadilan menyetujui permintaan jaksa dan memperpanjang penahanan sampai 27 Juni.

Langkah hukum inilah yang diprotes kuasa hukum Prihandono. Penahanan itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Di sana disebutkan, yang berhak melakukan penahanan anggota TNI adalah atasannya. Perpanjangan penahanan juga dinilai bertentangan dengan Surat Keputusan Panglima TNI Nomor 23 Tahun 2005 tentang atasan yang berhak menghukum dalam lingkungan TNI.

Menurut Agung, majelis dalam perkara ini tidak berpedoman pada aturan dalam peradilan militer. Jadi nota keberatan dari kuasa hukum terdakwa Prihandono tidak bisa diterima. Selain itu, hakim menilai surat dakwaan jaksa telah memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Karena itu, hakim akan melanjutkan pemeriksaan perkara ini dalam persidangan.

Dugaan korupsi dalam kasus ini bermula dari pengadaan empat unit helikopter jenis Mi-17 senilai Rp 29,1 miliar. Saat itu Prihandono menjabat Direktur Pelaksanaan Anggaran Direktorat Jenderal Perencanaan Sistem Pertahanan. Dia memberikan rekomendasi kepada Kepala Pusat Keuangan Departemen Pertahanan Tardjani tentang persetujuan penerbitan surat perintah pembayaran (SPP) untuk kontrak pengadaan helikopter kepada PT Swift Air.

Tardjani kemudian menindaklanjutinya dengan menerbitkan SPP uang muka pengadaan empat heli Mi-17 tanpa dilengkapi garansi bank. Inilah yang dinilai jaksa telah melanggar aturan karena setiap persetujuan pembelian harus disertai garansi bank. Rini Kustiani

Sumber: Koran Tempo, 6 Juli 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan