Harus Dijerat Pidana-Perdata; Atang Latif Belum Laporkan Kekayaan

Sampai kemarin, mantan bos PT Bank Indonesia Raya (Bira) Atang Latif belum melaporkan harta kekayaan kepada polisi. Data itu diperlukan sebagai jaminan bahwa dia mampu mengembalikan duit negara yang dikemplangnya.

Menurut Wakadiv Humas Polri Brigjen Pol Anton Bachrul Alam, saat ini polisi masih menunggu membaiknya kondisi Atang yang sedang dirawat di rumah sakit. Polisi belum menerima laporan harta kekayaan Atang. Namun, keluarganya sudah menjamin akan mengembalikan sisa dana BLBI, jelasnya kemarin.

Jika kondisi Atang tak kunjung membaik, polisi akan meminta daftar kekayaannya melalui keluarganya.

Sebelumnya, melalui anak menantunya, Lukman Astanto, Sabtu lalu di Mabes Polri, Atang berjanji akan memenuhi kewajibannya. Yaitu, mengembalikan sisa utang bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Rp 170 miliar dari Rp 325 miliar yang diterima.

Pada 27 Januari lalu, Atang pulang ke Indonesia setelah melarikan diri ke Singapura sejak 2002. Kepada polisi, dia berjanji mengembalikan utang itu. Yang belum jelas sampai sekarang, apakah dia hanya dikenai kewajiban membayar utang atau akan dikenai tindakan hukum lain.

Sejak menerima BLBI dan sejak Bank Bira menjadi pasien BPPN, Atang baru mengembalikan utang Rp 155 miliar dari Rp 325 miliar yang dikemplang. Pengembalian tersebut dilakukan dengan tujuan mendapatkan surat keterangan lunas (SKL) dari BPPN seperti yang diterima obligor lain.

Karena belum semua dana BLBI tersebut dibayar, Atang belum bisa mengantongi SKL. Atang bersedia bertanggung jawab secara hukum, asalkan diperlakukan secara objektif dan hak-haknya dilindungi, kata Anton.

Pengamat hukum ekonomi yang juga praktisi hukum dari Safitri, Motik & Partner, Indra Safitri, menjelaskan, polisi memang harus menerima daftar kekayaan Atang. Mereka tidak boleh asal percaya, meski keluarganya berjanji melunasi utangnya.

Saya pikir, polisi harus mendata dulu jumlah harta Atang sekarang. Sebab, perkara Atang bisa dimasukkan dalam status pidana dan perdata sekaligus, tegasnya kepada wartawan koran ini. Dengan begitu, semua dana BLBI yang diduga dikorupsi Atang bisa dikembalikan.

Menurut Indra, polisi harus cermat memeriksa semua kasus yang terkait dengan pengemplangan BLBI. Jangan salah langkah dengan membiarkan para bankir nakal menerima release and discharge (R&D/pembebasan dari tuntutan dan proses hukum) atau surat keterangan lunas seperti yang dilakukan pemerintah sebelumnya, ujarnya.

Apalagi, selama ini, pemerintah atau BPPN dan penerusnya, Tim Pemberesan serta Perusahaan Pengelola Aset (PPA), tidak pernah memublikasikan jumlah dana yang sudah diberikan para obligor yang telah menerima SKL. Selama ini baru di atas kertas saja para obligor mengembalikan BLBI dan diberi surat lunas. Apakah sudah masuk ke kas negara atau belum, kan belum jelas, ungkapnya.

Persoalan lain, kini para bankir yang pernah menerima BLBI sudah uzur. Misalnya, Atang. Selain sudah tua, dia kini sedang dirawat di rumah sakit. Kalau dia meninggal, apakah polisi sudah mengantisipasi pembayaran utangnya? katanya.

Jika polisi hanya terfokus pada unsur pidana, bisa jadi utang Atang akan terhapus. Bila dia meninggal, status hukumnya akan gugur. Karena itu, penyelesaiannya juga harus lewat perdata, tegasnya.

Seorang mantan jaksa juga berpendapat, dalam menangani perkara BLBI, polisi harus melakukan pendekatan pidana dan perdata sekaligus. Sebab, selain murni mendapatkan pinjaman dari Bank Indonesia, para bankir tersebut telah mengemplang utang yang ditengarai untuk keperluan pribadi.

Sebenarnya, pendekatannya ada tiga. Melalui aspek pidana saja, perdata saja, atau gabungan keduanya. Nah, dalam kasus BLBI, lebih baik dilakukan pendekatan pidana dan perdata sekaligus, ujarnya.

Penggunaan dua pendekatan sekaligus itu ditujukan agar obligor di luar negeri mau pulang ke Indonesia dan mengembalikan uang negara. Kesalahan penanganan pada masa lalu, para penerima BLBI ditakut-takuti hukuman penjara. Misalnya, kalau tidak mengembalikan BLBI, mereka akan dipenjara.

Itulah yang membuat mereka memilih kabur ke luar negeri. Seharusnya memakai pendekatan perdata dan pidana agar mereka tidak kabur dan ada jaminan duit negara bisa kembali, ungkapnya.

Mantan pejabat tersebut khawatir, jika unsur pidana saja yang dikedepankan, kewajiban melunasi utang bisa gugur apabila obligor meninggal. (yun)

Sumber: Jawa Pos, 30 Januari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan