Hendarman: Jaksa Tercela Ditindak Tegas

Kasus pelanggaran hak asasi sulit dituntaskan.

Jaksa Agung Hendarman Supandji menegaskan tidak akan segan menindak jaksa yang melakukan perbuatan tercela. Jika perlu, mereka dicopot dan dipecat dari jabatan sesuai dengan tingkat kesalahan dan ketentuan yang berlaku, ujarnya dalam apel pengarahan kepada pegawai kejaksaan dan jaksa tinggi seluruh Indonesia di Jakarta kemarin. Sedikitnya ada 1.000 jaksa yang hadir.

Hendarman mengingatkan jajarannya agar menjaga nama baik kejaksaan. Dia menekankan agar para jaksa tidak menyakiti hati masyarakat. Itu bisa berakibat rusaknya nama baik kejaksaan. Nila setitik, rusak susu sebelanga.

Selain tindakan tegas, Hendarman menyatakan akan meningkatkan pengawasan dan pembenahan internal berdasarkan merit system. Jaksa yang berprestasi akan mendapatkan posisi dan kedudukan sesuai dengan prestasinya, ujarnya.

Seusai apel, Hendarman melantik delapan jaksa eselon II di lingkungan kejaksaan. Mereka, di antaranya, Sekretaris Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kemas Yahya Rachman serta Direktur Produksi dan Sarana Intelijen pada Jaksa Agung Muda Intelijen Septinus Hematang. Mereka menduduki jabatan baru berdasarkan surat keputusan Jaksa Agung saat masih dijabat Abdul Rahman Saleh.

Dalam pidato pelantikan, Hendarman memberikan penekanan pada penanganan kasus korupsi, terorisme, pembalakan liar, narkotik, dan pencucian uang. Hendarman meminta agar kasus-kasus itu diselesaikan cepat sesuai dengan peraturan. Seusai pelantikan, Hendarman memberikan pengarahan tertutup kepada kepala kejaksaan tinggi seluruh Indonesia dan pejabat eselon II Kejaksaan Agung.

Dewan Perwakilan Rakyat menyambut baik langkah Hendarman tersebut. Patrialis Akbar, anggota Komisi Hukum dari Partai Amanat Nasional, mengatakan kejaksaan harus meletakkan dasar sikap antikorupsi di seluruh jajaran kejaksaan.

Anggota Komisi Hukum lainnya, Benny K. Harman, mengatakan prioritas pemberantasan korupsi yang dijanjikan Hendarman seharusnya berlaku di lingkungan kejaksaan sendiri. Kejaksaan adalah lembaga terkorup, ujar Benny. Selain itu, kata dia, penerapan etika jaksa harus lebih ditingkatkan.

Hanya, di sisi lain, Hendarman mengaku sulit membawa kasus yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia ke pengadilan hak asasi manusia. Kasus-kasus itu, misalnya, Trisakti, Semanggi I, Semanggi II, dan kerusuhan Mei 1998. Salah satu hal yang tidak bisa dibuktikan sebagai pelanggaran hak asasi, kata dia, adalah adanya unsur pembunuhan secara sistematis dan menyeluruh.

Hendarman juga mengatakan selama ini kasus-kasus itu sudah ditangani sebagai pelanggaran hak asasi biasa. Kasus Trisakti, misalnya, sudah ditangani secara pidana umum oleh pengadilan militer. Lagi pula, Tragedi Trisakti dan Semanggi dianggap sebagai kejahatan hak asasi manusia biasa seperti rekomendasi DPR.

Menanggapi hal itu, Aliansi Rakyat Anti-Penindasan menilai pemerintah tidak serius menangani kasus hak asasi. Pernyataan itu memprihatinkan, kata Maria Catarina Sumarsih, orang tua korban Tragedi Semanggi I. FANNY FEBIANA | SANDY INDRA PRATAMA

Sumber: Koran Tempo, 11 Mei 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan