Ikrom Mengaku Mendapat Rp 2 Miliar

Mantan kasir PT Jamsostek Cabang Sukabumi Ikrom Martha Jumda mengaku mendapat bagian Rp 2 miliar dari kasus korupsi yang menempatkannya sebagai terdakwa. Kasus korupsi di PT Jamsostek itu dilakukan dari tahun 2001 hingga 2004, dengan nilai dana sebesar Rp Rp 6,3 miliar.

Ikrom, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Sukabumi, Senin (24/7), menyatakan tidak mengetahui alokasi sisa dana lainnya. Namun, karena yang terlibat mark- up (penggelembungan) hanya tiga orang, yakni Kepala Cabang PT Jamsostek Sukabumi Syamsurizal Saleh, Kepala Bidang Keuangan Marimin Siswoyo, dan dirinya, Ikrom menduga sisa dana mengalir kepada Syamsurizal dan Marimin.

Keterlibatan Marimin dan Syamsurizal sudah dibuktikan pengadilan. Keduanya divonis masing-masing tiga tahun penjara.

Menurut Ikrom, korupsi sebenarnya dimulai oleh Marimin, dan baru diketahuinya pada tahun 2001. Ikrom menanyakan kepada Marimin, dan dijawab bahwa selisih antara dana yang tercatat di bidang jaminan dan di bidang keuangan memang benar.

Saat itu Ikrom baru menyadari telah terjadi penyelewengan. Namun, kemudian dirinya terlibat, dengan tugas mencairkan uang dari bank.

Di hadapan majelis hakim yang terdiri dari Aa Anom Hartanindita (ketua), Heru Iriani, dan I Gede Ginarsa (anggota), Ikrom yang didampingi penasihat hukum Aung Yakub Khan mengaku penyelewengan semakin terjadi pada tahun 2002-2004. Sebab, penyelewengan yang dilakukan selama 2001 tidak diketahui pengawas intern (PI) dari kantor pusat yang melakukan audit.

Tahun 2001, penyelewengan sebesar Rp 521 juta. Tahun 2002 menjadi Rp 917 juta, dan tahun 2003 menjadi Rp 3,144 miliar.

Penyelewengan baru terbongkar pertengahan 2004 oleh auditor kantor pusat PT Jamsostek, sebesar Rp 7,3 miliar. Penyidik Kejaksaan Negeri Sukabumi hanya menemukan bukti Rp 6,3 miliar.

Ikrom mengaku, setiap kali dana mark-up dicairkan dari bank, langsung diberikan kepada Marimin. Setelah itu, Marimin mendatangi meja kerjanya dan menyerahkan uang bagian sekitar sepertiga dari jumlah dana yang dicairkannya. Namun, tahun 2003, beberapa kali yang menyerahkan bagiannya ialah Syamsurizal.

Dana hasil mark-up itu oleh Ikrom digunakan untuk membuka bisnis sapi potong, bisnis besi rongsokan, serta membeli kendaraan dan rumah. Semua aset Ikrom sudah disita Kejaksaan Negeri Sukabumi.

Dalam sidang, Aung Yakub Khan memberikan bukti, aset Ikrom berupa rumah di Perumahan Gentong Mas ikut disita. Padahal, rumah itu dilunasi awal 2001, dan kasus korupsi terjadi mulai April 2001. Majelis hakim berjanji menyelesaikan masalah itu setelah pemeriksaan Ikrom. (AHA)

Sumber: Kompas, 25 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan