Investigasi Bisnis Militer

Verifikasi bisnis TNI butuh peraturan presiden.

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Soetardjo Soerjogoeritno meminta jaringan bisnis milik TNI segera diaudit dan diinvestigasi. Langkah itu harus dilaksanakan sebelum semua unit bisnis militer diserahkan kepada pemerintah.

Selama ini, bisnis militer banyak disorot karena seolah-olah tidak tersentuh hukum, ujarnya Sabtu lalu di Yogyakarta. Perusahaan Listrik Negara, Pertamina, dan perusahaan negara yang lain ada yang diaudit dan diinvestigasi. Mestinya bisnis TNI juga.

Menurut Soetardjo, jika dalam investigasi itu ditemukan korupsi atau penyelewengan, penegakan hukum harus dilakukan. Pejabat perusahaan negara kan demikian, jadi bisnis militer harus diperlakukan sama.

Juru bicara TNI, Kolonel C.A.J. Ahmad Yani Basuki, menegaskan bahwa audit itu sudah dilakukan secara internal. Audit ini bagian dari sistem kegiatan usaha TNI. Sedangkan audit pengalihan bisnis sedang berjalan. Pada saat ini TNI ingin konsisten pada konstitusi bahwa TNI tidak berbisnis, ujarnya ketika dihubungi kemarin.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI melarang militer berbisnis. Karena itu, pemerintah membentuk tim supervisi transformasi bisnis TNI. Tim ini Jumat lalu merekomendasikan kepada pemerintah untuk membentuk badan pengelola aset bisnis militer.

Kami merekomendasikan itu karena mendapat kendala teknis dalam mendata unit bisnis TNI mana yang memiliki aset negara dan yang tidak, ujar ketua tim, Said Didu.

Didu membantah jika kesulitan itu dikatakan karena adanya resistensi dari TNI terhadap tim pimpinannya. Menurut Sekretaris Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara itu, menentukan ada atau tidaknya aset negara itu bukanlah hal yang mudah.

Penentuan itu harus mencermati pula status hukum serta nilai atau valuasi aset. Kedua hal itu jika dijalankan membutuhkan waktu lama. Bisa mencapai lima tahun, ujar Didu.

Andi Wijayanto, pengamat militer dari Universitas Indonesia, menilai, agar lancar, pengambilalihan bisnis TNI harus diatur dengan peraturan presiden. Tidak bisa mengandalkan Undang-Undang TNI, UU Yayasan, atau UU BUMN, ujarnya ketika dihubungi kemarin.

Peraturan presiden tersebut digunakan sebagai panduan untuk menentukan bisnis TNI yang dapat diambil alih dan yang akan dikelola yayasan atau koperasi. Sehingga tim supervisi tidak kesulitan memverifikasi unit-unit bisnis TNI, kata Andi.

Menurut Andi, yang harus diprioritaskan dalam verifikasi itu adalah bisnis yang langsung dikelola TNI, komersialisasi aset-aset tentara, serta penyelenggaraan jasa keamanan oleh militer. Ini harus diambil alih pemerintah. SYAIFUL AMIN | EKO NOPIANSYAH

Sumber: Koran tempo, 6 Februari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan