Ironi Sebuah Bandara Iternasional

Keberadaan Bandara Internasional Soekarno Hatta tak sekadar menopang bisnis jasa penerbangan. Lebih dari itu, ia juga jadi simbol kebesaran bangsa, sehingga sangat layak jika bandara itu punya aneka fasilitas. Ironisnya, cita-cita mewujudkan bandara modern dengan fasilitas lengkap, terganjal manipulasi pada pembebasan lahannya.

Begitulah nasib malang yang sedang dialami bandara di Tangerang, Banten, tersebut. Semula pemerintah melalui Keputusan Menteri Nomor 60 Tahun 1994 memutuskan hendak memperluas bandara dari 1.754 hektar menjadi 3.300 hektar.

PT Angkasa Pura II kemudian mengusulkan, supaya perluasan tidak menjadi 3.300 hektar, karena proses pembebasannya sulit. Saat ini tengah diusulkan revisi perluasan tersebut menjadi 2.487 hektar, kata Secretary Corporate PT Angkasa Pura II Sudaryanto, Selasa (20/6), kepada Kompas di ruang kerjanya.

Pada 2002 lalu dimulailah pembebasan lahan. Akan tetapi, jalan tak selalu mulus. Meskipun baru membebaskan 80 hektar di Kelurahan Benda dan Selapajang, sudah tersandung perkara korupsi.

Penyidik Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya akhirnya menahan sejumlah pihak yang diduga mengubah status lahan tanah sawah menjadi daratan. Itu semata-mata untuk menaikkan harga pembelian pemerintah daro Rp 100.000 menjadi Rp 150.000 per meter persegi.

Tim Sembilan
Menanggapi dugaan korupsi proses perluasan bandara, Sudaryanto mengatakan, pihaknya dalam hal ini hanya berperan sebagai juru bayar. Semua prosedur dan mekanisme pendataan lahan yang mau dibebaskan, kata Sudaryanto, ada pada panitia Tim Sembilan yang diketuai Wali Kota Tangerang.

Sebagai pihak yang membeli, ya kita beli saja, tentu setelah semua persyaratan dipenuhi. Ya seperti umumnya orang membeli, kata Sudaryanto.

Dia mengungkapkan, dalam sistem pembayaran terhadap proses jual-beli lahan pihak PT AP II juga telah memiliki prosedur baku. Misalnya saja mengenai lokasi mana yang akan dibebaskan. Penentuan lokasi pembebasan juga sebelumnya dirapatkan terlebih dulu.

Setelah hasil rapat memutuskan wilayah perluasan, baru dilakukan koordinasi dengan Tim Sembilan. Selanjutnya Tim Sembilan yang menentukan berapa harga lahan. Harga per meter persegi ini kemudian diajukan kepada PT AP II dan mereka bisa melakukan penawaran bila harga pembebasan lahan yang ditawarkan terlalu tinggi.

Dalam pembebasan lahan sejak tahun 2002 hingga 2005, harga yang ditentukan berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Tangerang pada waktu itu Rp 100.000 untuk lahan sawah dan Rp 150.000 untuk tanah daratan.

Setelah menentukan berapa harga jual lahan, Tim Sembilan kemudian melakukan verifikasi lahan termasuk mengupayakan sertifikasi atas nama pemilik lahan. Pada tahap ini, PT AP II tidak mengetahui proses tersebut, karena identifikasi lahan, apakah itu lahan sawah atau daratan sepenuhnya merupakan bagian dari kerja Tim Sembilan.

Bila identifikasi lahan, baik meliputi kepemilikan dan luas lahan serta status tanah diperoleh, baru dilakukan pembayaran oleh PT AP II. Pemilik lahan yang ingin mendapat bayaran harus datang langsung ke lokasi di bandara. Pembayaran dilakukan menggunakan cek. PT AP II sendiri juga mendokumentasikan proses serah terima cek itu agar tidak menuntut di lain waktu, kata Wasfan Wahyu dari Humas PT AP II.

Ditanya apakah pada saat melakukan pembayaran pihak penjual lahan harus menyerahkan sertifikat tanah saat dilakukan pembayaran? Tidak, karena data dalam sertifikat tentu harus diverifikasi. Kita hanya menerima pengantar dari Tim Sembilan yang menyatakan bahwa tanah atas nama tertentu (menyebut nama seseorang) bisa dibayar. Dan, kita melakukan pembayaran, kata Sudaryanto.

Ketika dikonfirmasi masih ada warga yang belum menerima pembayaran ganti rugi, Sudaryanto mengatakan, tidak mengetahui masalah itu. Namun, PT AP II memiliki dokumentasi foto semua penerima cek pembelian lahan.

Korupsi
Mulai pekan lalu, polisi mengungkap kasus korupsi dalam pembebasan lahan perluasan lahan Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Dalam penyidikan awal terungkap dana negara yang dikorupsi mencapai sedikitnya Rp 2,537 miliar.

Menurut Kepala Satuan Tindak Pidana Korupsi pada Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Metropolitan Jaya Ajun Komisaris Besar Yan Fitri Halimansyah, jumlah kerugian Rp 2,537 baru perkiraan awal. Itu baru terungkap dari 17 saksi yang dimintai keterangan dari sekitar 200 orang yang menjual lahannya.

Pihak PT AP II mengatakan, sejak 2002 - 2005 masa pembebasan lahan sudah mengeluarkan dana lebih dari Rp 200 miliar. Saat ini pembebasan berhenti dulu, karena di antara lurah dan camat yang ditahan polisi ada yang belum diganti oleh pejabat pelaksana tugasnya.

Pada 2001 jumlah penerbangan tujuan luar negeri maupun domestik mencapai 11 juta, 2002 (14 juta), dan 2003 (18 juta). Sementara pada tahun 2004 jumlah penerbangan luar negeri 5.576.461, dan untuk domestik 19.027.000. Tahun 2005 meningkat menjadi 5.799.061 (luar negeri) dan 20.674.000 (domestik). Saat ini jumlah penumpang per tahun mencapai 18 juta orang, ini artinya kapasitas bandara dengan dua terminal yang ada sekarang sudah penuh. Perlu pengembangan dan perluasan lahan, kata Sudaryanto.(MAS/TRI/NAW)

Sumber: Kompas, 21 Juni 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan