Ismoko Dituntut Tiga Tahun Penjara

Pengacara menilai tuntutan itu rekaan jaksa.

Brigadir Jenderal (Purnawirawan) Samuel Ismoko dituntut tiga tahun penjara. Terdakwa mantan Direktur II Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI itu dinilai terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi menerima suap saat menyidik kasus letter of credit (L/C) fiktif Bank BNI Cabang Kebayoran Baru. Terdakwa menerima 10 lembar Mandiri traveler's cheque senilai Rp 250 juta, ujar jaksa penuntut umum Sahat Sihombing dalam pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.

Selain dituntut tiga tahun penjara, jaksa mengharuskan Ismoko membayar denda Rp 200 juta atau hukuman pengganti selama enam bulan. Namun, dalam tuntutan itu, jaksa tidak menyebutkan adanya uang pengganti kerugian negara. Uang denda sudah kami anggap cukup, ujarnya.

Ismoko didakwa melakukan korupsi karena menerima uang saat menyidik kasus L/C fiktif Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ismoko menerima uang Rp 250 juta dari Direktur Kepatuhan BNI M. Arsjad dan Kepala Divisi Hukum BNI Trikuntoro.

Pembacaan tuntutan berlangsung selama hampir dua jam, yang dimulai pukul 14.50 WIB. Ismoko mendengarkan tuntutan sambil membuka buku catatannya seukuran kertas folio bersampul kertas warna cokelat. Sesekali ia menulis yang dibacakan jaksa dalam catatannya. Ismoko, yang mengenakan setelan kemeja tangan panjang berwarna hijau tua, juga tampak serius mendengarkan pembacaan tuntutan.

Menurut Sahat, terdakwa Ismoko menerima 10 lembar Mandiri traveler's cheque senilai masing-masing Rp 25 juta. Dua lembar di antaranya dicairkan istri Ismoko, Yuyun Sri Rahayu, pada 9 Februari 2004. Sisanya dicairkan oleh Tohiran di Bank Mandiri. Tohiran itu bukan rekanan terdakwa, tapi pegawai pemilik showroom Hadi Wijaya, ujar jaksa.

Menjelang akhir pembacaan tuntutan, jaksa Sahat meminta Ismoko berdiri. Tapi Juniver Girsang, pengacara Ismoko, menolaknya dan langsung mengajukan keberatan melalui majelis hakim yang dipimpin Herry Sasongko. Selama ini tidak pernah jaksa meminta terdakwa berdiri saat pembacaan tuntutan, ujar Juniver. Walhasil, hakim Herry menerima keberatan yang diajukan Juniver.

Seusai sidang, Juniver mengatakan tuntutan itu hanyalah rekaan jaksa. Sebab, kata dia, itu tidak sesuai dengan fakta sidang. Menurut dia, jaksa hanya membacakan berdasarkan berkas pemeriksaan saat penyidikan, bukan selama persidangan.

Misalnya saja, kata Juniver, dugaan kerugian negara Rp 250 juta yang disebut-sebut berdasarkan penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). BPKP menyatakan dugaan kerugian negara itu harus melalui audit ke BNI, kata Juniver.

Atas tuntutan itu, Juniver mengatakan akan mengajukan pembelaan. Sidang dilanjutkan pada Jumat besok. FANNY FEBIANA

Sumber: Koran Tempo, 19 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan