Jaksa Agung: Tabrani Ismail Harus Ditangkap

Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menegaskan, Tabrani Ismail harus ditangkap. Pasalnya, proses hukumnya dalam perkara tindak pidana korupsi proyek Export Oriented Refinery (Exor) I Pertamina di Balongan sudah selesai. Dengan demikian, mantan Direktur Pengolahan Pertamina itu harus menjalani hukuman pidananya.

Penegasan itu disampaikan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh kepada wartawan di Pusdiklat Kejaksaan, Ragunan, Jakarta, Selasa (19/9), seusai melantik jaksa baru angkatan 2006. Pokoknya, proses Tabrani sudah selesai dan dia harus menjalani hukuman. Kalau orang menghindar tanpa alasan hukum, ditangkap! ujarnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung I Wayan Pasek Suartha mengatakan, hingga Selasa pukul 20.30, belum diperoleh informasi dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mengenai perkembangan rencana eksekusi Tabrani. Berdasarkan laporan sementara Kejari Jakarta Pusat, sepanjang Senin hingga Selasa petang, Tabrani tidak datang ke Kejari Jakarta Pusat. Namun, Pasek membantah Tabrani hilang. Jika dikatakan kabur ke luar negeri, Pasek mengaku belum berani memastikan. Tabrani hanya belum ditemukan, katanya.

Penangkapan terpidana, lanjut Pasek, termasuk dalam upaya paksa. Tidak ada lagi panggilan pertama atau kedua karena penahanan bukan lagi pemeriksaan di tingkat penyidikan. Kalau memang alasannya sakit, ini kan melaksanakan putusan pengadilan. Tetap masukkan saja ke tahanan, katanya.

Pasek mengaku, kejaksaan tidak main-main mengupayakan eksekusi Tabrani. Kendati demikian, hingga Selasa sore belum ada kepastian apakah status Tabrani sudah berubah menjadi buronan.

John Waliry, penasihat hukum Tabrani di tingkat pertama dan kasasi, justru heran dengan sikap kejaksaan yang ngotot mengeksekusi kliennya. Pasalnya, hingga Selasa malam, Waliry mengaku belum menerima salinan putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) atas perkara Tabrani. Sebagai penasihat hukum di tingkat kasasi, saya belum membaca dasar putusan MA, kata Waliry.

Majelis kasasi MA menjatuhkan vonis kepada Tabrani enam tahun penjara, denda Rp 30 juta subsider tiga bulan kurungan, dan membayar uang pengganti 189,58 juta dollar AS. (idr)

Sumber: Kompas, 20 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan