Jaminan Hukum bagi Pejabat Kontraproduktif

Komisi Pemberantasan Korupsi menilai permohonan jaminan hukum yang diminta sejumlah kepala daerah merupakan sebuah usaha yang kontraproduktif terhadap pemberantasan korupsi dan pemerintahan yang bersih. KPK menilai kekhawatiran menjadi pimpinan proyek bukan karena upaya pemberantasan korupsi, melainkan akibat masih maraknya pungutan atau setoran dari pimpinan proyek ke atasannya.

Hal ini diungkapkan dalam konferensi pers pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (27/7) malam. Konferensi pers ini digelar untuk menanggapi sejumlah pernyataan dari kepala daerah yang meminta adanya jaminan hukum dalam pengelolaan anggaran (Kompas, 27/7).

Wakil Ketua KPK Erry Rijana Hardjapamekas yang mewakili pimpinan KPK menjelaskan jaminan kepastian hukum tidaklah diberikan kepada sekelompok orang atau pejabat tertentu. Jaminan kepastian hukum diberikan kepada semua warga negara Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sangat berlebihan jika ada ketakutan menjadi pimpinan proyek yang berasal dari anggaran daerah, selama dia menjalankan sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku. Ketakutan lebih banyak diakibatkan masih maraknya pungutan atau kewajiban yang harus disetorkan pimpinan proyek kepada atasannya, papar Erry.

Ia melanjutkan, jika memang merasa ada penekanan atau pemerasan dari aparat penegak hukum, kepala daerah bisa melaporkan langsung ke KPK, Kejaksaan Agung, maupun Kepolisian RI. KPK tentu segera menindaklanjuti laporan dari siapa pun, menyangkut perilaku aparat yang tidak terpuji atau melanggar hukum, terlebih tindak pidana korupsi, tutur Erry.

Ia melanjutkan, di tengah gelora gerakan pemberantasan korupsi, membahas hal-hal yang kurang penting, seperti meminta jaminan hukum, adalah usaha kontraproduktif yang tidak mendorong terwujudnya pemerintah yang bersih dari KKN. Sementara rakyat menunggu hadirnya pelayanan pejabat dan aparat yang maksimal dan berkualitas.

Di dalam konferensi pers tersebut, KPK menyatakan sikapnya bahwa penerbitan Inpres Perlindungan Pejabat adalah sesuatu yang tidak perlu. Jangan memadamkan api secara salah. Kalau penegak hukumnya yang salah, maka yang diberikan sanksi adalah penegak hukumnya. Pengawasan penegak hukum harus lebih ketat lagi oleh lembaga penegak hukum, bukannya malah memberikan jaminan hukum, kata Erry.

Selain itu, Erry juga menanggapi adanya pendapat yang menyebutkan pemberantasan korupsi telah mengakibatkan rendahnya penyerapan anggaran pemerintah maupun anggaran daerah. Tidak ada bukti yang konkret bahwa penyerapan anggaran rendah akibat pemberantasan korupsi. Berikan bukti konkret baik kualitatif maupun kuantitatif, jangan hanya berdasarkan perasaan, ujar Erry.

Ia menegaskan, di negara mana pun, upaya pemberantasan korupsi selalu melewati dinamika serupa, antara lain upaya menghambat pemberantasan korupsi. Kami mengimbau kepada siapa saja, termasuk penyelenggara negara, untuk tidak khawatir terhadap upaya pemberantasan korupsi selama mereka tak melanggar hukum, tegas Erry. (VIN)

Sumber: Kompas, 31 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan