Kalla: Kasus Helikopter Jangan Dipersoalkan
Alasannya, perusahaan yang didirikan Achmad Kalla, adik kandung Jusuf Kalla, itu belum membayar jaminan kepabeanan Rp 9 miliar
Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta pengadaan 12 helikopter, yang disewa Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana untuk pemadaman kebakaran hutan, tak perlu dipersoalkan.
Kalau ada yang mempersoalkan, itu (artinya) tidak mengerti soal harga diri bangsa dan mempertaruhkan keselamatan masyarakat, kata Kalla di Jakarta kemarin.
Pengadaan helikopter itu, kata Kalla, untuk menjaga harga diri bangsa dan supaya Indonesia tak selalu meminjam peralatan ke luar negeri setiap bencana terjadi.
Pekan lalu Kantor Bea dan Cukai Bandar Udara Soekarno-Hatta mengancam akan menyita helikopter buatan Jerman milik PT Air Transport itu. Alasannya, perusahaan yang didirikan Achmad Kalla, adik kandung Jusuf Kalla, itu belum membayar jaminan kepabeanan Rp 9 miliar. Ancaman tersebut sudah dicabut Senin lalu.
Kalla mengakui adanya keterlambatan dalam memenuhi prosedur kepabeanan karena saat itu helikopter dipakai untuk memadamkan asap. Masak upaya menyelesaikan masalah bangsa dipersoalkan? Yang benar saja itu.
Pengadaan helikopter tersebut juga dikritik sejumlah anggota parlemen karena adanya memo Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mempermulus perizinannya. OKTAMANDJAYA WIGUNA
Arden Pakai Yanatera untuk Beli Aset BPPN
BPK menyarankan agar Yanatera menagih kekurangan pembayaran pinjaman itu.
Arden Bridge Investment Ltd. pernah memanfaatkan dana Yayasan Bina Sejahtera Badan Urusan Logistik (Yanatera Bulog) untuk membeli aset milik Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2002.
Hal tersebut terungkap dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan pada semester I 2004. Laporan itu menyebutkan Yanatera Bulog bekerja sama dengan perusahaan milik Widjokongko Puspoyo, adik mantan Direktur Utama Perusahaan Umum Bulog Widjanarko Puspoyo, tersebut membeli hak tagih (cessie) atas aset kredit BPPN. Perjanjian kerja sama itu tertuang dalam dokumen berjudul Perjanjian Kerja Sama (tanpa nomor) tertanggal 22 Juli 2002. Selanjutnya, diamandemen dengan Adendum Perjanjian Kerja Sama (tanpa nomor) pada 18 Februari 2003 dengan dana operasional Rp 56 miliar.
Dana operasional disediakan Yanatera lewat pengajuan kredit kepada PT Bank Bukopin sebesar Rp 59,5 miliar atau 99 persen dari total deposito Yanatera pada bank itu. Namun, dana tersebut ternyata ditransfer ke rekening Bubbenhill Finance. Kondisi ini, kata BPK, merupakan penyimpangan karena Bubbenhill bukan pihak yang terikat dan dikenal dalam perjanjian kerja sama.
Pengembalian dana operasional dilakukan Bubbenhill dengan transfer dana ke Yanatera secara bertahap hingga Juni 2003. Adapun kewajiban Arden Bridge kepada Yanatera tak sepenuhnya dibayar. Dari kewajiban Rp 66,23 miliar, yang telah dilunasi Rp 59,65 miliar, sehingga masih ada kekurangan Rp 6,58 miliar. BPK menyarankan agar Yanatera menagih kekurangan pembayaran pinjaman itu.
Ketika dimintai konfirmasi soal kerja sama Yanatera Bulog dengan Arden Bridge, Direktur Operasional Perum Bulog Bambang Budi Prasetyo mengaku tidak tahu soal itu. Itu urusan Yanatera. Mereka memiliki otonomi melakukan operasional apa pun tanpa perlu memberi tahu Bulog, ujar Bambang. YULIAWATI | AGUS SUPRIANTO
Sumber: Koran Tempo, 28 Maret 2007