Kasus Korupsi; Direktur Politeknik Divonis 3 Tahun

Direktur Politeknik Negeri Sriwijaya, Syamsul Bahri, divonis tiga tahun penjara di Pengadilan Negeri Palembang, Rabu (25/4). Dia terbukti melakukan korupsi pengadaan alat-alat laboratorium dan bengkel tahun 2002 senilai Rp 209,44 juta. Hukuman itu lebih ringan dibandingkan dengan tuntutan jaksa, yaitu lima tahun.

Tim majelis hakim yang diketuai oleh Nasaruddin Tappo mengatakan, Syamsul telah melakukan penggelembungan dana pengadaan alat laboratorium dan bengkel. Pembelian itu tidak dilakukan melalui tender, tetapi penunjukan langsung.

Syamsul dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, dikurangi dengan masa tahanan. Ia juga dikenai sanksi denda sebesar Rp 50 juta. Apabila denda itu tidak dibayar, maka hukuman diganti dengan kurungan selama tiga bulan.

Selain itu, ia diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 104,22 juta, paling lambat satu bulan setelah putusan pengadilan. Apabila pembayaran uang pengganti tidak dipenuhi, harta benda Syamsul dapat disita dan dilelang guna mengganti kerugian. Jika hartanya tidak mencukupi, maka diganti dengan hukuman penjara enam bulan.

Hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, bertingkah sopan dalam persidangan, dan memiliki tanggungan anak istri, katanya.

Selama persidangan berlangsung, Syamsul kerap menunduk. Ia tampak tenang menyimak dakwaan yang dibacakan hakim. Pada akhir persidangan, Syamsul dan tim kuasa hukumnya menyatakan banding terhadap putusan pengadilan.

Syamsul sudah mendekam di Rumah Tahanan Kelas I-A Merdeka sejak 3 November 2006. Kini dia harus menjalani sisa hukumannya.

Terdakwa lain
Selain dia, Staf Pembantu Bidang Keuangan Politeknik Negeri Sriwijaya, Syaifullah, juga ditahan karena diduga terlibat dalam penggelembungan dana pengadaan alat-alat laboratorium dan bengkel. Sidang vonis Syaifullah direncanakan berlangsung hari ini, Kamis (26/4).

Pembelian alat-alat itu tidak dilakukan melalui tender, melainkan menunjuk CV Kamal Mas dan CV Bumi Sriwijaya sebagai penyedia peralatan. Namun, peralatan itu ternyata tidak dibeli melalui kedua perusahaan itu. Semua peralatan justru dibeli dari PT Imaco Pratama Sentosa dengan harga yang digelembungkan mencapai 400 persen. (lkt)

Sumber: Kompas, 26 April 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan