Kasus TAC Belum Pasti Dibuka Lagi

Second Opinion Tidak Munculkan Bukti Baru
JAKARTA - Upaya membuka kembali kasus korupsi TAC (technical assistance contract) PT Pertamina-PT Ustraindo Petro Gas senilai USD 24 juta terganjal. Sebab, second opinion (pendapat pembanding) hasil kajian tim reformasi yang dibentuk Kejagung mengecewakan. Penyidikan kasus yang juga melibatkan mantan Mentamben Ginandjar Kartasasmita itu selama ini telah dihentikan.

Tim reformasi yang diketuai pakar hukum pidana UI Harkristuti Harkrisnowo tersebut ternyata tidak menyodorkan barang bukti baru. Tetapi, mereka hanya memberikan penafsiran berbeda atas kesimpulan yang pernah dikeluarkan tim penyidik koneksitas.

Second opinion tidak memunculkan bukti baru tindak pidana yang dilakukan GK (Ginandjar Kartasasmita). Yang ada hanya perbedaan penafsiran atas hasil yang sudah diperiksa kejaksaan, jelas JAM Pidsus Hendarman Supandji dalam paparan di depan Komisi III DPR (bidang hukum) di gedung MPR/DPR, Jakarta, kemarin.

Paparan tersebut juga dihadiri Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, Wakil Jaksa Agung Basrief Arief, JAM Intelijen Mochtar Arifin, JAM Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Alex Sato Bya, JAM Pengawasan Achmad Lopa, JAM Pembinaan Harprileny, serta Kajati DKI Rusdi Taher. Kapuspenkum Masyhudi Ridwan juga hadir.

Menurut Hendarman, hasil second opinion tim reformasi tidak menunjukkan kemajuan signifikan. Baik pemeriksaan maupun barang bukti tidak berbeda. Padahal, hasil second opinion itu diharapkan bisa menunjukkan bukti baru adanya tindak pidana korupsi. Semua seperti dulu. Tidak ada bukti baru, ujar jaksa senior alumnus Hukum Undip tersebut.

Karena itu, Hendarman mengungkapkan, Kejagung belum memastikan akan membuka lagi SP3 kasus Ginandjar. Menurut dia, tim penyidik masih bekerja keras untuk mencari alat bukti baru (novum). Kalau ada, akan kami sampaikan. Sepanjang tidak ada novum, (kasusnya) tidak akan dibuka kembali, tegasnya.

Apakah itu berarti penanganan kasus tersebut akan mengambang? Hendarman membantah. Bukan ngambang, tapi stasioner. Sekarang masih ditangani tim penyidik koneksitas, ujar jaksa kelahiran Klaten pada 1947 tersebut.

Di tempat yang sama, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh menyatakan, kejaksaan menyerahkan sepenuhnya kepada penyidik untuk menyikapi perlu tidaknya membuka SP3 kasus Ginandjar. Saya hanya menyerahkan hasil kajian tim reformasi ke JAM Pidsus. Selebihnya, terserah kajian penyidik, jelasnya.

Sebelumnya, Harkristuti mengaku sudah merampungkan pengkajian SP3 dugaan korupsi yang melibatkan Ginandjar. Pihaknya melaporkan seluruh legal opinion (pendapat hukum) ke jaksa agung. Tim sudah membuat kesimpulan, katanya. Sayangnya, dia menolak berkomentar soal hasil kajiannya, termasuk alasan tim kajian tidak menyertakan alat bukti baru.

Tim reformasi tersebut terdiri atas Harkristuti (ketua merangkap anggota), Iskandar Sonhaji (praktisi hukum dan aktivis ICW), Bambang Widjojanto (praktisi hukum dan aktivis YLBHI), Winarno Zein (mantan anggota KPKPN dan purnawirawan TNI), Made Sadguna (wakil ketua PPATK), Sukma Violetta, serta Didi Maulani. Tim itu bekerja sejak awal Juni dan selesai akhir Agustus. Selama pengkajian, mereka juga didampingi Staf Ahli Jaksa Agung Zein Badjeber. (agm)

Sumber: Koran Tempo, 29 November 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan