Kedua Kalinya Hamid Batal Jadi Saksi Korupsi; Jaksa Akan Panggil Lagi

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin kembali batal menjadi saksi dalam sidang korupsi KPU di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Hamid kembali beralasan dirinya tidak bisa hadir karena harus mewakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang paripurna di DPR.

Ketidakhadiran Hamid ini diungkapkan oleh jaksa penuntut umum Tumpak Simanjuntak dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (18/7). Tumpak menjelaskan bahwa Hamid tidak bisa hadir karena ia harus mewakili Presiden dalam sidang paripurna di DPR.

Sebelumnya, Hamid sudah memberi penjelasan dalam suratnya nomor M.UM.01.06-159 tertanggal 14 Juli 2006 yang ditandatangani sendiri oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia. Di dalam suratnya itu, Hamid mengatakan dirinya bisa datang menjadi saksi dalam persidangan sekitar pukul 13.00 karena ia harus menghadiri sidang paripurna pada 09.00-13.00.

Menurut pengamatan Kompas, Hamid berada di DPR sejak pukul 09.00 untuk menghadiri Rapat Paripurna DPR untuk pengambilan keputusan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Rapat itu dipimpin Wakil Ketua DPR Soetardjo Soerjogoeritno dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Sebelum persidangan dengan terdakwa Untung Sastrawijaya, Direktur Utama PT Royal Standard, Kepala Bagian Tata Usaha Pimpinan Departemen Hukum dan HAM Ibnu Khuldun menyampaikan pesan bahwa Hamid tidak bisa hadir karena sidang paripurna baru dimulai pukul 11.00 sehingga pada pukul 13.00 Hamid belum juga selesai menghadiri sidang paripurna.

Tumpak Simanjuntak meminta agar Hamid dipanggil lagi dalam persidangan Selasa (25/7) depan bersama dengan pemeriksaan lima saksi ahli yang akan dihadirkan KPK.

Pemberi uang
Dalam persidangan dengan terdakwa Direktur Utama PT Royal Standard Untung Sastrawijaya, kuasa hukum Untung, Sastra Rasa, meminta agar jaksa penuntut umum memproses perusahaan-perusahaan yang memberikan uang kepada KPU. Namun, permintaan itu dibantah oleh jaksa penuntut umum karena kewenangan memproses adalah kewenangan penuntut umum.

Pernyataan Sastra Rasa ini diungkapkan saat ia selesai menanyai Hamdani Amin, Kepala Biro Keuangan KPU. Kuasa hukum Untung juga mengajukan permohonan agar majelis hakim mengeluarkan penetapan agar pemblokiran rekening PT Royal Standard dibuka.

Dalam kesempatan itu, Untung Sastrawijaya membantah bahwa pernah memberikan uang ucapan terima kasih sebesar Rp 200 juta pada KPU. Tidak benar saya berikan uang itu karena pada September sudah selesai. Memang saya pernah menemui saksi, namun tidak pernah memberikan uang, kata Untung Sastrawijaya. (vin)

Sumber: Kompas, 19 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan