Kejagung Naikkan Status Kasus Korupsi Penjualan Tanker; Dari Penyelidikan ke Tahap Penyidikan

Kejagung menaikkan status kasus dugaan korupsi dalam penjualan dua tanker raksasa Pertamina (very large crude carrier/VLCC) dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Kemarin, kejagung mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik)

Sekretaris JAM Pidana Khusus (Sesjampidsus) Kemas Yahya Rahman mengatakan, kejaksaan punya data lebih lengkap terkait indikasi kerugian negara dalam kasus VLCC, sehingga berani menaikkan kasus tersebut menjadi penyidikan. Apa saja data tersebut, saya nggak bisa sebutkan, ujar Kemas.

Direktur Penyidikan Kejagung M Salim menambahkan, kejaksaan memastikan akan memeriksa Laks -sapaan Laksamana Sukardi. Tetapi, kapan kepastian jadwalnya, Salim masih menunggu usulan tim penyidik. Semua yang terkait akan diperiksa, kata Salim di gedung Kejagung, kemarin. Kejagung dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat ini masih menghitung kerugian negara dalam kasus tersebut.

Meskipun Kejagung sudah menaikkan statu kasus, rupanya belum ada kesepakatan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejagung soal nasib pengusutan. Ditemui kemarin, Ketua KPK Taufiequrachman Ruki membantah penanganan kasus tersebut akan dilimpahkan ke pihak Gedung Bundar itu.

Dijelaskannya, sesuai aturan, penyidikan sebuah perkara harus dimulai dengan diterbitkannya Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP). Sampai saat ini kita belum menerima SPDP dari Kejaksaan, ujar Ruki ketika ditemui di Gedung KPK Veteran.

Pernyataan pria kelahiran Rangkasbitung itu sekaligus membantah pernyataan pihak Kejagung yakni Sekretaris JAM Pidana Khusus (Sesjampidsus) Kemas Yahya Rahman yang mengungkapkan kedatangan Jaksa Agung Hendarman Supanji ke KPK Selasa (5/6) lalu adalah untuk memberitahu KPK bahwa Kejagung siap mengambil alih kasus yang bakal menjerat mantan Meneg BUMN Laksamana Sukardi.

Ruki menegaskan pertemuan itu hanya sekedar koordinasi. Meski membahas soal kasus VLCC, KPK dan Kejagung tetap dalam kesepakatan awal bahwa siapa dulu yang memiliki bukti cukup, berhak melanjutkannya ke tingkat penyidikan. Buktikan dong, jangan cuma adu cerita saja, tambah mantan Kapolwil Malang itu.

Ruki bersikukuh posisi Kejaksaan dan KPK masih satu sama, artinya bukti yang dimiliki Kejagung sama dengan apa yang diperoleh lembaga anti korupsi yang dipimpinnya.

Kasus VLCC memang bukan barang baru. KPK sendiri telah menyelidiki kasus tersebut sejak tahun 2004, namun sampai sekarang belum diselesaikan. Atas desakan Panja Komisi III DPR RI, kasus tersebut kembali dibuka. Namun tak hanya KPK yang diminta menangani, Komisi III juga meminta Kejagung untuk mengusut perkara itu. Tak ayal lagi ada dualisme (overlapping) penanganan kasus yang terjadi di era Megawati itu.

Dari hasil penyelidikan sementara KPK yang diperoleh berdasarkan keterangan 26 orang, yakni 22 orang dari PT Pertamina dan empat orang luar Pertamina, KPK baru menemukan bahwa Direksi PT Pertamina telah mengabaikan Surat Dirjen Anggaran tertanggal 11 November 2003 bahwa pelepasan aset PT Pertamina harus seijin Menteri Keuangan.

Selain itu, KPK juga menemukan bahwa Direksi PT Pertamina telah menunjuk langsung Goldman Sachs sebagai penasehat keuangan dan perencana penjualan dua unit kapal tanker VLCC tanpa proses tender atau pelelangan.

Direksi PT Pertamina, menurut KPK, telah mengabaikan konflik kepentingan antara Goldman Sachs, dan pembeli tanker, Frontline, karena Goldman Sachs ternyata memiliki saham di Frontline.

Penawaran dari Frontline itu juga dilakukan secara tertutup dan diterima oleh Pertamina tidak di hadapan notaris. Untuk membuktikan adanya kerugian negara, KPK telah meminta keterangan Hyunday Heavy Industries untuk mendapatkan harga pembanding. Namun, KPK sampai saat ini belum memutuskan untuk mengambil alih kasus itu. (ein/agm)

Sumber: Jawa Pos, 7 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan