Kejaksaan Agung Periksa Henry Leo
Hartono mengakui adanya pemberian rumah itu, lalu mengembalikannya ke Kejaksaan Agung awal September lalu.
Penyidik Kejaksaan Agung kemarin memeriksa tersangka dugaan korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) Rp 410 miliar, Henry Leo, dalam kasus dugaan penyuapan. Didampingi istrinya, Yul Sulinah, Henry hadir di ruang pemeriksaan Gedung Bundar Kejaksaan Agung.
Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Muhammad Salim enggan memberi penjelasan tentang pemeriksaan Henry ini. Beri kami waktu terlebih dulu, katanya. Kepada wartawan, Henry mengatakan ia diperiksa berkaitan dengan pemberian rumah kepada dua jenderal.
Menurut Yul, salah satu rumah diberikan untuk Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal (Purnawirawan) R. Hartono. Rumah yang berada di Menteng, Jakarta Pusat, itu diberikan pada 1995. Hartono mengakui adanya pemberian rumah itu, lalu mengembalikannya ke Kejaksaan Agung awal September lalu.
Satu rumah lagi, menurut Henry, diberikan kepada T.B. Silalahi, bekas Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara yang kini anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Rumah di Jalan Pantai Kuta VI, Pademangan, Ancol Timur, Jakarta Utara, itu diberikan pada Juni 1996 atas nama Paul Banuara Silalahi, anak T.B. Silalahi.
Henry bercerita pemberian rumah itu karena hubungan dekatnya dengan T.B. Silalahi. Saya sudah diangkat menjadi anaknya. Coki (Paul Banuara Silalahi) saya anggap adik, katanya. Rumah itu adalah pemberian dari kakak kepada adiknya.
Namun, T.B. Silalahi dan Paul Banuara membantahnya. Rumah itu, kata Paul, diperoleh dari hasil jual-beli.
Secara fakta formal akta, menurut Henry, rumah itu memang hasil jual-beli. Tapi di dalam akta itu sesungguhnya ada kejanggalan, katanya. Karena ditandatangani Paul Banuara Silalahi sebagai penjual dan pembeli sekaligus.
Dalam salinan akta jual-beli tertanggal 31 Desember 1997 yang ada pada Tempo itu, memang tertera tanda tangan Paul Banuara Silalahi sebagai pihak pertama (penjual). Tanda tangan dan nama yang sama juga berada di pihak kedua (pembeli). Henry mengatakan memang ada modus tertentu untuk membuat akta seperti itu. Namun, dia tak mau menjelaskan apa maksudnya.
Menurut Paul, Henry memberikan kuasa kepadanya untuk meneken akta pengikatan jual-beli (PJB) itu. Rumah itu milik Peter Saerang. Namun, dia tak mau menjual langsung ke saya. Dia baru mau (menjual) jika yang membeli Henry. Maka itu, di PJB, Henry memberikan kuasa kepada saya. SANDY INDRA PRATAMA | BAYU PAMUNGKAS
Sumber: Koran Tempo, 28 September 2007