Kejaksaan Buka Lagi Kasus BPPC

Tommy bisa dijadikan tersangka.

Kejaksaan Agung akan menyidik lagi kasus dugaan korupsi Badan Penyelenggara dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang melibatkan Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Penyidikan kasus ini menjadi prioritas kejaksaan karena dinilai paling cepat proses pembuktiannya ketimbang kasus Tommy yang lain. Surat perintah dimulainya penyidikan sudah keluar pada 7 Mei, kata Direktur Penyidikan Tindak Pidana Khusus Muhammad Salim kemarin.

Salim menjelaskan indikasi tindak pidana korupsi dalam kasus BPPC sangat kuat. Di antaranya, kata dia, persyaratan yang tidak dilaksanakan BPPC sebagaimana diatur Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1992. Tapi dia tak bersedia menjelaskan lebih terperinci.

Salim juga menegaskan akan memeriksa semua pihak yang terkait dengan BPPC, termasuk mantan Ketua Induk Koperasi Unit Desa Nurdin Khalid. Tim kejaksaan, kata dia, sedang merumuskan peranan ketua Induk Koperasi tersebut.

Direktur Perdata Kejaksaan Agung Yoseph Suardi Sabda menambahkan dugaan korupsi dalam BPPC dapat dijadikan sarana pencairan uang Tommy Soeharto di Banque Nationale de Paris (BNP) Paribas cabang Guernsey oleh pemerintah Indonesia. Apabila hasil penyidikan menyatakan uang Tommy harus disita, menurut Yoseph, uang yang di Guernsey bisa dipakai untuk membayar ganti rugi. Pencairan bisa dilakukan lewat jalur perdata dan pidana.

Surat perintah penyidikan kasus BPPC itu juga dibawa jaksa pidana khusus Baringin Sianturi ke pengadilan Guernsey pekan lalu. Surat itu ditunjukkan kepada hakim untuk menjawab argumentasi pengacara Garnet Investment Limited, Christopher Edward, yang menyatakan tidak ada tindakan hukum pemerintah Indonesia terhadap Tommy.

Surat itu sekaligus membantah surat yang dikeluarkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (waktu itu) Hamid Awaludin pada 5 April 2005. Di sana dinyatakan Tommy tidak terlibat perkara apa pun di Indonesia. Untuk memperkuat argumentasi, kejaksaan juga menunjukkan bukti laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai kerugian pemerintah RI dalam proyek BPPC.

Garnet menggugat BNP karena menolak mencairkan uang Tommy yang diklaim berasal dari penjualan saham Lamborghini senilai US$ 48 juta dan penjualan perusahaan Motorbike senilai US$ 18,5 juta. Angka ini tercantum dalam keterangan tertulis (affidavit) yang dikeluarkan Direktur Garnet Abdurrahman Abdul Kadir.

Kuasa hukum Tommy, O.C. Kaligis, menilai langkah kejaksaan hanya rekayasa dan terkesan dipaksakan. Tujuan utamanya hanya untuk pembuktian di persidangan Guernsey, ujar Kaligis saat dihubungi Tempo.

Menurut Kaligis, deretan perkara yang dibeberkan kejaksaan merupakan kasus lama yang sudah diproses hukum. Dia yakin upaya kejaksaan tidak berpengaruh terhadap proses pengadilan Guernsey, yang besok akan memutuskan nasib uang kliennya itu.

Anggota badan pekerja ICW, Adnan Topan, optimistis atas skenario kejaksaan itu. Perkara ini tidak kedaluwarsa. Bahkan kejaksaan bisa menjadikan Tommy sebagai tersangka, katanya. FANNY FEBIANA | SANDY INDRA | BUDI SAIFUL
-------------
Bunga Cengkeh Sang Pangeran

Kasus penyelewengan dana Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) kembali akan dibuka. Langkah ini, menurut pihak Kejaksaan Agung, diharapkan menjadi titik penting dalam proses persidangan kasus pencairan uang Tommy Soeharto di pengadilan Guernsey, Inggris.

BPPC sendiri dibentuk oleh Presiden Soeharto, dengan Keputusan Presiden Nomor 20 disambung dengan Instruksi Presiden Nomor 1 yang dirilis pada 1992. Lembaga ini mengantongi berbagai hak istimewa yang menguntungkan.

Berikut ini sepintas gambaran tentang BPPC.

Unsur-unsur pendukung:

1. Koperasi: Induk Koperasi Unit Desa
2. BUMN: PT Kerta Niaga
3. Swasta: PT Kembang Cengkeh Nasional (milik Tommy Soeharto)

Monopoli Cengkeh:
BPPC memonopoli penuh pembelian dan penjualan hasil produksi cengkeh nasional. Seluruh cengkeh yang dihasilkan oleh petani harus dibeli BPPC dengan harga yang telah ditentukan. Pabrik rokok kretek pun harus membeli cengkeh dari BPPC dengan harga yang telah ditentukan.

Keuntungan BPPC
Keuntungan yang didapat BPPC, melalui hak monopoli, diperkirakan mencapai Rp 1,4 triliun.

Tanggungan BPPC

BPPC sebenarnya dibubarkan pada 1998. Namun, Indonesia Corruption Watch menilai badan itu masih punya utang. Pertanggungjawaban pengelolaan dana milik dan hak petani cengkeh selama tata niaga cengkeh berlangsung belum dilakukan BPPC, yakni meliputi:

1. Sumbangan Diversifikasi Tanaman Cengkeh: Rp 67 miliar
2. Sumbangan Wajib Khusus Petani: Rp 670 miliar
3. Dana Konversi: Rp 74 miliar
4. Dana Penyertaan Modal: Rp 1,1 triliun

Total Rp 1,9 triliun ini seluruhnya dipungut dari petani cengkeh dan pabrik rokok.

Jejak-jejak Tommy

Tommy Soeharto memang sakti. Pada berbagai kasus, putra penguasa Orde Baru ini biasa menang di tingkat akhir, misalnya pada saat peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung.

Berikut ini sejumlah jejak yang ditinggalkan Tommy.

1. Kasus tukar guling antara Goro dan Badan Urusan Logistik (Bulog) senilai Rp 94 miliar. Kasasi MA, pada 2000, memvonis Tommy dan Ricardo Gelael 18 bulan. Namun, Tommy bebas pada peninjauan kembali. Padahal, selain Ricardo, mantan Kepala Bulog Beddu Amang dinyatakan bersalah dan divonis empat tahun.

2. PT Sempati Air berutang Rp 40 miliar kepada pemerintah. Sebagai pemilik saham, Tommy harus bertanggung jawab atas soal ini.

3. PT Timor Putra Nasional dianggap berutang kepada Bank Bumi Daya dan pajak yang belum dibayar senilai Rp 3,2 triliun. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan Tommy. Departemen Keuangan dan Bank Mandiri (yang mengambil alih BBD) meminta banding.

4. Pada kasus dana Tommy di BNP Paribas, pemerintah Indonesia mengajukan bukti bahwa dana Tommy tersebut adalah hasil penjualan saham Lamborghini senilai Rp 630 miliar yang dianggap bermasalah dan karena itu harus dibekukan.

5. Tommy membeli saham Petral-Pertamina yang beroperasi di Blok Cepu. Audit PricewaterhouseCoopers memperkirakan pejabat Pertamina mengantongi US$ 128 juta sebagai komisi jual-beli saham itu.

SANDY INDRA PRATAMA

Sumber: Koran Tempo, 22 Mei 2007
-----------
Kejagung Sidik Lagi Kasus BPPC
Tommy Segera Dipanggil

Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka kembali penyidikan kasus korupsi tata niaga cengkih oleh Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkih (BPPC). Beberapa pihak yang diduga terlibat dalam kasus pada 1992 hingga 1998 itu segera dipanggil.

Malam ini (kemarin) akan dirumuskan peran beberapa pihak yang terlibat. Kami juga akan melapor ke jaksa agung, kata Direktur Penyidikan Kejagung M. Salim yang ditemui di Gedung Kejagung tadi malam.

Tim jaksa merasa optimistis tidak kehilangan barang bukti, mengingat kasus tersebut diselidiki tujuh tahun silam. Saat ini, Kejagung juga sedang menyusun jadwal pemeriksaan. Beberapa nama yang akan dipanggil, antara lain, Tommy Soeharto, mantan ketua BPPC, dan Nurdin Halid, mantan direktur utama (dirut) Inkud. Siapa pun akan kami panggil, tegas jaksa senior tersebut.

Menurut Salim, surat perintah penyidikan (sprindik) kasus BPPC dikeluarkan sejak 7 Mei lalu. Sprindik-nya dikeluarkan sebelum tim jaksa berangkat ke Guernsey, Inggris, katanya.

Menurut catatan koran ini, kasus BPPC sebenarnya pernah disidik kejaksaan pada 2000. Hal itu didasarkan pada sprindik No Print-135/F/F.2.1/11/2000 yang dikeluarkan pada 16 November 2000. Kejagung memang tak pernah mengumumkan sprindik tersebut. Meski demikian, informasi sprindik itu termuat dalam bahan tertulis jaksa agung dalam rapat kerja (raker) dengan komisi hukum DPR pada 18 Juni 2001.

Dalam sprindik tersebut, mantan Presiden Soeharto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus BPPC setelah terindikasi berbuat melawan hukum saat menerbitkan Keppres No 20/1992 dan Inpres No 1/1992 yang memberikan kemudahan monopoli pembelian cengkih oleh BPPC. Sayangnya, kelanjutan penyidikan kasus BPPC kala itu tenggelam seiring pergantian beberapa jaksa agung.

Dalam penjelasan kemarin, Salim sama sekali tidak menyinggung sprindik yang dikeluarkan pada 2000. Dia hanya menjelaskan, penerbitan sprindik 7 Mei 2007 didasarkan pada hasil penyelidikan tim jaksa. Dia juga tak menyebutkan tahun penyelidikan kasus tersebut. Yang jelas, kasus itu pernah diselidiki Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGTPK) pada 2000. Itu pernah ditangani kejaksaan melalui TGTPK, tegasnya.

Tim jaksa yang lama telah menyerahkan laporan yang akan ditindaklanjuti tim baru yang beranggota Djoko Widodo, Sahat Sihombing, Baringin Sianturi, Yusfidli, dan Susdiarto.

Salim menyatakan, tim jaksa menemukan indikasi kuat terjadinya tindak pidana korupsi. Di antaranya, ada persyaratan yang tidak dilaksanakan terkait dengan Keppres No 20/1992 jo Inpres No 1/1992 tentang Pembentukan BPPC. Ada ketentuan yang disimpang, ujarnya.

Menurut dia, kejaksaan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menentukan nilai kerugian negara. Kami menaksir nilainya miliaran rupiah, jelasnya.

Salim mengungkapkan, kejaksaan sengaja mendahulukan penyidikan kasus BPPC dibandingkan kasus program mobil nasional (mobnas) PT Timor Putra Nasional (TPN). Alasannya, pembuktian kasus BPPC paling cepat. Soal siapa yang menjadi tersangka, kami belum menetapkan. Kami masih mendalami, katanya.

Di tempat terpisah, Direktur Perdata Kejagung Yoseph Suardi Sabda menyatakan, berkas penyidikan kasus BPPC dibeber dalam persidangan di Guernsey. Untuk memperkuat kasus BPPC, kami menyertakan laporan ICW (Indonesian Corruption Watch) mengenai kerugian negara atas peran Tommy dalam mengelola BPPC, ungkapnya.

Selain itu, kata dia, kejaksaan selaku kuasa pemerintah RI memasukkan surat perintah penyelidikan (sprinlid) kasus TPN untuk memperkuat alat bukti bahwa Tommy masih terlibat kasus pidana di kejaksaan. Itu sekaligus menanggapi surat Menkum HAM Hamid Awaluddin 5 April 2005 yang menyatakan bahwa Tommy tidak terlibat perkara apa pun di Indonesia, tegas Yoseph.

Di tempat terpisah, Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Teten Masduki pernah menyurati jaksa agung pada 26 Maret lalu agar kejaksaan memproses hukum kasus BPPC. Dalam surat bernomor SK/BP/ICW/III/2007 tersebut, Teten melaporkan temuan ICW pada 2000 tentang dugaan penyelewengan kekuasaan dalam tata niaga cengkih oleh BPPC. Itu merupakan satu kasus yang bisa ditindaklanjuti, ujarnya.(agm)

Sumber: Jawa Pos, 22 Mei 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan