Kesediaan Bagir Bisa Selesaikan Kebuntuan; Pemungutan Suara Hakim Bisa Jadi Solusi

Kesediaan Bagir Manan menjadi saksi dalam sidang pengadilan tindak pidana korupsi atau tipikor bisa menguntungkan posisi Bagir Manan. Dalam forum persidangan, Bagir bisa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dalam kasus suap itu sekaligus ikut membantu kebuntuan di antara hakim tipikor.

Kehadiran Bagir di sidang pengadilan tipikor, menurut Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Asep Rakhmat Fadjar dan pakar hukum pidana Universitas Indonesia Rudy Satriyo, Jakarta, Minggu (14/5), menunjukkan sikap seorang negarawan yang patuh hukum.

Dengan kehadiran tersebut, Bagir selaku pimpinan tertinggi yudikatif menunjukkan pengakuan akan prinsip hukum semua orang sama di depan hukum. Proses peradilan bisa stagnan karena perbedaan pendapat ini dan sulit untuk dicapai kata sepakat antara hakim karier dan hakim ad hoc tipikor. Jika majelis diganti, juga akan mengalami kesulitan yang sama karena independensi hakim terpengaruh dengan faktor psikologis selaku bawahan. Salah satu solusi yang memungkinkan adalah Bagir sendiri yang berinisiatif untuk hadir di persidangan sebagai saksi, ungkap Asep.

Asep menilai, kehadiran Bagir di persidangan ini sangat penting, meskipun Bagir di banyak kesempatan di luar persidangan mengatakan dirinya tidak tahu- menahu soal transaksi suap yang dilakukan lima pegawai MA itu.

Pernyataan di luar sidang itu tidak cukup karena nama Bagir tercantum dalam berita acara pemeriksaan dan surat dakwaan jaksa penuntut umum. Otomatis perlu ada konfirmasi dan klarifikasi dari Bagir. Suka atau tidak suka, Bagir harus mengonfirmasi benar tidaknya, kata Asep.

Rudy Satriyo mengatakan, problem yang terjadi antara hakim ad hoc tipikor dan hakim karier tipikor sebenarnya bukan problem yang rumit. Problem ini muncul karena ada faktor psikologis dari hakim karier untuk menghadirkan atasannya sebagai saksi. Kalau seorang hakim independen, dia pasti tidak bermasalah siapa saja yang dihadirkan jadi saksi. Tapi problemnya adalah masalah psikologis karena muara karier para hakim ini ada di MA, kata Rudy.

Ia melanjutkan, problem ini bisa dipecahkan dengan dua hal. Pertama, Bagir bersedia datang menjadi saksi di Pengadilan Khusus Tipikor. Dan kedua, hakim tipikor melakukan pemungutan suara. Kalau hasil suara 3 : 2, ya, yang dua orang harus mengalah. Ketua harus tunduk pada suara mayoritas, kata Rudy. (vin)

Sumber: Kompas, 15 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan