Keterlibatan Adi Sasono Dibeberkan ke BPKP; Dugaan Korupsi di Dinkop Jateng

Anggota tim penyelidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) JawaTengah telah melakukan gelar perkara dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jateng, Kamis (13/7) lalu.

Ekspose itu dilakukan, menindaklanjuti surat balasan BPKP atas permohonan pengajuan audit dari Kejati agar BPKP melakukan perhitungan kerugian negara atas perkara dugaan korupsi dalam pengalihan sembilan rumah negara golongan I aset Dinas Koperasi (Dinkop) Jateng hingga menjadi milik pribadi.

Kepala Kejati (Kajati) Jateng, Muhammad Ismail melalui Asisten Intelijen (Asintel), Pudji Basuki didampingi Kasi Ekonomi Moneter (Ekmon), Firman Priyadi mengatakan, dalam ekspose tersebut pihaknya memaparkan kronologi dan modus operandi serta data-data yang dibutuhkan BPKP.

Dengan dilakukannya ekspose itu, kami tinggal menunggu hasil akhir perhitungan kerugian negara dari BPKP. Kalau terbukti ada kerugian, berarti pidana korupsinya sudah terpenuhi, sehingga kami tak ragu lagi untuk meningkatkan ke penyidikan, ujar Pudji.

Adapun yang dipaparkan ke BPKP, kata Firman, antara lain mengenai fakta-fakta penyimpangan dalam pengalihan sembilan rumah negara golongan I. Adapun fakta-fakta yang dikemukakan ke BPKP, antara lain ditemukannya bukti-bukti adanya keterlibatan Menteri Koperasi dan UKM terhadap pengalihan itu.

Sembilan rumah itu telah dialihkan/diturunkan statusnya menjadi golongan II berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Koperasi dan UKM No 182/KEP/M/1999 bertanggal 12 Oktober 1999. Menteri Koperasi (Menkop) waktu itu adalah Adi Sasono.

Setelah dialihkan dari golongan I ke II, sambung Kasi Ekmon, Adi Sasono, selanjutnya dibuat usulan ke Menteri Pekerjaan Umum Cq Dirjen Cipta Karya melalui Direktur Bina Teknik untuk dialihkan lagi statusnya menjadi golongan III.

Firman mengungkapkan, tim intel yang menangani telah melakukan wawancara dengan Adi Sasono. Hasilnya, ungkap dia, Adi Sasono mengakui sendiri bahwa ia menandatangani SK penurunan status dari golongan I ke II.

Namun, kata Firman, Adi Sasono mengaku bahwa penandatanganan SK itu dilakukan setelah melalui proses birokrasi berjenjang. Permohonan sebelumnya diparaf oleh kepala Biro Hukum dan kepala Biro Umum Departemen Koperasi; setelah itu diparaf Sesmeneg, baru kemudian diajukan kepada dirinya selaku menteri.

Adi Sasono juga mengakui bahwa SK pengalihan itu salah, karena bertentangan dengan Pasal 15 Ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) 40/1994, dan dia menyarankan agar kejaksaan mengusulkan pembatalan SK itu, sebab dirinya sudah tidak menjabat lagi sebagai Menkop, ucap Firman.

Dalam hal itu, Adi Sasono memang melakukan pelanggaran hukum, namun ia tidak sepenuhnya salah. Ia menandatangani itu karena ada usulan dari bawah. Nah, siapa aktor intelektual yang membuat usulan itu, sampai sekarang belum ditemukan, tambahnya.(H30-41a)

Sumber: Suara Merdeka, 15 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan