Komisi III Minta KPK Tagih Koruptor Uang Pengganti
Komisi III DPR meminta Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menagih uang pengganti dari para koruptor yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap (in kracht). Hal ini untuk mencegah penumpukan uang pengganti yang belum tertagih.
Kesimpulan tersebut diambil dalam rapat dengar pendapat Komisi III DPR dan KPK di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/10).
Ketua Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan mengatakan, kesimpulan itu sengaja dicantumkan karena saat ini persoalan uang pengganti sedang ramai. Di Mahkamah Agung dipersoalkan biaya perkara dan di Kejaksaan Agung dipersoalkan uang pengganti. Ini untuk mengingatkan saja, kata Trimedya.
Arbab Paproeka, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Amanat Nasional, mempersoalkan pelaksanaan lelang barang rampasan yang dilakukan oleh Sekretaris Jenderal KPK, bukan dilakukan oleh jaksa KPK. Ia mempersoalkan perhitungan pengembalian kerugian negara dari barang-barang sitaan itu.
Arbab menanyakan soal adanya barang-barang sitaan yang diserahkan ke pemerintah daerah, seperti tanah sitaan dalam kasus pelabuhan laut Tual, Maluku Tenggara. Ini perlu ada penjelasan kenapa barang yang dieksekusi itu akhirnya diserahkan ke pemerintah daerah, ujar Arbab.
Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, didampingi para pejabat KPK lainnya, menjelaskan, persoalan uang pengganti di KPK tidak ada masalah karena semua uang yang disita sudah ditaruh di rekening khusus.
Tidak bercampur dengan perkara lain dan begitu sudah berkekuatan hukum tetap, maka disetorkan ke kas negara. KPK mengusut menggunakan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kalau terpidana tidak bisa membayar uang pengganti, bisa dikenai hukuman badan, ungkapnya. (VIN)
Sumber: Kompas, 9 Oktober 2007