Komisi Yudisial Lobi DPR

Kurangnya dukungan sebagai upaya delegitimasi.

Komisi Yudisial akan mencari dukungan politik ke Dewan Perwakilan Rakyat karena lembaga pengawas hakim ini merasa tak didukung pemerintah. Komisi ini dibentuk karena fenomena korupsi peradilan sudah sangat terbuka, ujar Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas dalam peringatan satu tahun Komisi Yudisial di Jakarta kemarin.

Menurut dia, Komisi Yudisial dalam waktu dekat akan mengajukan draf amendemen Undang-Undang Komisi Yudisial. Kami tak akan lagi melakukan lobi politik ke pemerintah, ujarnya.

Busyro mengatakan komitmen pemerintah terhadap pemberantasan mafia peradilan rendah. Hal itu, kata Busyro, tecermin dari penolakan pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Padahal, kata Busyro, Komisi Yudisial membutuhkan peraturan itu karena korupsi di lembaga peradilan merupakan kejahatan luar biasa yang membutuhkan cara-cara khusus. Pemerintah harus menjelaskan apa alasan mereka menyatakan tidak ada kegentingan yang memaksa, kata Busyro.

Pemerintah, kata Busyro, juga berencana menerbitkan instruksi presiden soal perlindungan pejabat. Kalau instruksi itu jadi keluar, ini merupakan indikator yang terang benderang, katanya.

Menteri-Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra dalam wawancara dengan Tempo pada 14 Juli lalu mengatakan pemerintah menolak terbitnya peraturan pemerintah pengganti undang-undang karena tidak ada hal genting yang mendesak sebagai syarat. Apa iya dengan memperbesar kewenangan Komisi Yudisial, lalu judicial corruption nggak ada? ujarnya ketika itu.

Indonesia Corruption Watch mendukung gagasan Komisi Yudisial meminta dukungan politik ke DPR. Menurut Teten Masduki dari Dewan Pengurus ICW, Komisi dibentuk karena persoalan korupsi peradilan sudah parah. Tapi, kata dia, tidak adanya dukungan politik menjadikan Komisi tidak berdaya. Komisi Yudisial dan komisi lainnya menjadi tidak fungsional karena diabaikan penguasa, kata Teten.

Anggota Komisi Hukum DPR, Benny Harman, menyatakan kurangnya dukungan kepada Komisi Yudisial adalah upaya delegitimasi. Seleksi calon hakim agung diakomodasi, sedangkan wewenang mengawasi perilaku hakim dibatasi, kata Benny.

Di tempat terpisah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan pemerintah harus memulai pemberantasan korupsi dari sekarang. Pemberantasan itu tanpa pengecualian agar praktek korupsi tidak terus membebani perekonomian bangsa. Presiden menegaskan Indonesia harus membuktikan bahwa korupsi bisa dicegah meski sudah terjadi di sektor publik dan swasta, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Budaya korupsi terlihat begitu besar dan di luar kontrol, ujar Presiden pada pembukaan Presidential Lecture tentang antikorupsi di Istana Negara kemarin.

Presiden mengakui Indonesia termasuk negara terkorup di dunia. Memberantas korupsi, kata Presiden, adalah tantangan berat karena korupsi begitu kompleks dan mewabah di berbagai sektor kehidupan. Namun, Presiden yakin dapat mengubah dan menghentikan praktek seperti itu. TITO SIANIPAR | BADRIAH

Sumber: Koran Tempo, 3 Agustus 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan