Komisi Yudisial Telusuri Isu Uang untuk Hakim

Komisi Yudisial menindaklanjuti informasi pemesanan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam kasus korupsi PT Jamsostek yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Jamsostek Ahmad Djunaidi. Komisi Yudisial akan memanggil hakim yang bersangkutan setelah mendapatkan fakta awal atau informasi resmi dari Kejaksaan Agung.

Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas, saat dihubungi Minggu (14/5), mengatakan, pihaknya baru akan membicarakan persoalan booking hakim tersebut dengan anggota Komisi lainnya pada pekan ini. Apabila memang terdapat indikasi kuat terjadinya pelanggaran kode etik, Komisi Yudisial dipastikan memanggil hakim yang bersangkutan.

Sebelum memanggil hakim, kami akan mengumpulkan fakta ya bisa menanyakan langsung ke Aan (saksi) ataukah bekerja sama dengan Kejaksaan Agung, ujar Busyro.

Beberapa waktu lalu, Bagian Pengawasan Kejaksaan Agung menggelar rekonstruksi penyerahan uang senilai Rp 550 juta dari Ahmad Djunaedi, kepada jaksa. Saksi Aan Hadi Gusnanto mengatakan, uang tersebut diserahkan kepada jaksa dalam tiga tahap. Tahap pertama, Rp 100 juta sebagai bingkisan dari Djunaedi untuk jaksa, kedua Rp 250 juta untuk booking hakim, dan ketiga Rp 200 juta untuk sebagai dana operasional jaksa.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Uli Parulian Sihombing mengatakan, Komisi Yudisial tidak perlu menunggu informasi dari Kejaksaan Agung. Komisi Yudisial justru harus proaktif melacak kasus tersebut.

Menurut Uli, istilah booking hakim adalah istilah yang sangat umum di dalam dunia peradilan. Secara formal, wewenang menentukan atau memilih hakim berada di tangan Ketua PN. Tapi ada praktik mafia peradilan, bisa juga itu untuk panitera. Tapi secara formal yang bertanggung jawab adalah Ketua PN-nya. Komisi Yudisial harus memanggil Ketua PN, hakim, panitera untuk menelusuri kasus, ujarnya. (ana)

Sumber: Kompas, 15 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan