Konspirasi Lindungi Mafia; Penggantian Hakim Dikecam

Koalisi Pemantau Peradilan mengecam tindakan Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Cicut Sutiarso mengganti ketiga hakim ad hoc tipikor. Mereka menilai penggantian itu adalah sebuah konspirasi jahat melindungi mafia peradilan di MA.

Hal ini disampaikan beberapa LSM yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan dalam jumpa pers di Kantor Konsorsium Reformasi Hukum Nasional Jakarta, Selasa (13/6). LSM yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan adalah Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Masyarakat Pemantau Peradilan, Masyarakat Transparansi Indonesia, Transparansi Internasional Indonesia, LBH Jakarta, Gerakan Rakyat Anti Korupsi, dan Indonesia Corruption Watch.

Menurut para aktivis ini, ketetapan yang dikeluarkan Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Cicut Sutiarso adalah antiklimaks dari persidangan kasus dugaan suap di MA yang beberapa waktu mengalami penundaan. Adapun menurut Firmansyah Arifin dari KRHN, ketetapan yang dikeluarkan Ketua Pengadilan Tipikor tidak adil dan diskriminatif, serta bertolak belakang dengan fakta yang sesungguhnya.

Menurut para aktivis pemantau peradilan ini, seharusnya yang diganti adalah Kresna Menon dan Sutiyono karena keduanya jelas keliru dalam menerapkan KUHAP dan bertindak otoriter dengan mengabaikan musyawarah hakim.

Penggantian tiga hakim ad hoc tipikor ini menunjukkan masih kuatnya kultur feodalisme dan esprit de corps di kalangan hakim karier. Ini bisa dilihat, pertama sikap Ketua Majelis Hakim Kresna Menon yang jelas-jelas kalah suara, tetapi tetap tidak mau memanggil Bagir Manan.

Anggota Komisi III DPR Benny K Harman (Fraksi Partai Demokrat, Nusa Tenggara Timur II) menyayangkan sikap Bagir Manan yang tak mau proaktif hadir memberikan kesaksian.

Dengan majelis yang baru, Benny meminta kepada jaksa untuk mengingatkan permintaannya menghadirkan Bagir Manan dan permintaan itu harus dijawab majelis baru. Tiga hakim ad hoc terikat dengan persidangan sebelumnya, kata Benny.

Sementara itu, praktisi hukum Kamal Firdaus mengatakan, keputusan Cicut mengganti tiga hakim ad hoc bisa dilihat sebagai tantangan terbuka kesekian kalinya kubu Mahkamah Agung terhadap Komisi Yudisial.

Kamal mengatakan, Komisi Yudisial telah merekomendasikan sanksi kepada Kresna Menon dan Sutiyono. Akan tetapi, tiga hakim ad hoc yang tidak diusulkan mendapat sanksi dari Komisi Yudisial justru digusur Cicut, kata Kamal.

Menurut Kamal, itu semua terjadi tidak terlepas dari kelemahan Komisi Yudisial yang masih mau dibuai bujuk rayu pihak tertentu untuk bernegosiasi dengan pihak MA. Komisi Yudisial selama ini membuat citra seolah-olah Komisi Yudisial bawahan MA.

Hasilnya, rekomendasi Komisi Yudisial di-cuekin. Saya khawatir cepat atau lambat Komisi Yudisial hanya punya legalitas tapi sudah kehilangan legitimasi, kata Kamal. (vin/bdm)

Sumber: Kompas, 14 Juni 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan