Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Priyo Budi Santoso, Minggu (8/4), menegaskan, partainya tak menghalangi anggotanya diperiksa Badan Kehormatan DPR berkaitan dengan dugaan aliran dana dari Departemen Kelautan dan Perikanan kepada sejumlah anggota DPR periode 1999-2004, terutama yang kini masih menjabat. Meski demikian, asas praduga tak bersalah harus tetap dijunjung tinggi dalam kasus ini.

Silakan saja kalau mekanisme DPR memang memungkinkan ke sana (pemeriksaan oleh BK DPR), tetapi perlu dilihat apakah yang bersangkutan mengetahui tak boleh menerima dana itu. Jangan terlalu terburu-buru memvonis, ungkap Priyo di Jakarta.

Bila nanti ada anggota Partai Golkar yang akan diperiksa berkaitan dengan aliran dana DKP itu, menurut Priyo, mekanismenya diserahkan kepada DPR. Itu masalah interen DPR. Jadi, partai juga tidak boleh menghalangi. Tidak perlu izin dari partai juga, ujarnya.

Sementara itu, menurut Wakil Ketua BK DPR T Gayus Lumbuun, BK DPR baru akan meminta keterangan anggota DPR yang diduga menerima dana dari DKP setelah pimpinan DPR meminta keterangan dari Sekretaris Jenderal DPR. Sebab, Sekretaris Komisi III DPR periode lalu adalah pegawai negeri sipil di Setjen DPR yang hingga kini masih aktif. Ia adalah orang yang paling tahu soal dugaan aliran dana itu, katanya.

Kalau dari keterangan Sekjen DPR diketahui ada anggota DPR periode lalu yang menerima dana dari DKP bukan untuk pembuatan perundang-undangan, lanjut Gayus, kasusnya baru diserahkan kepada BK DPR untuk ditindaklanjuti. Pada periode lalu, pembuatan perundang-undangan biayanya ditanggung pemerintah.

Kalau BK DPR melakukan pemeriksaan terhadap anggota Dewan periode lalu, kata Gayus lagi, tidak ada persoalan dengan kedudukan Ketua BK DPR, Slamet Effendi Yusuf, yang juga disebut menerima dana DKP itu. Namun, selama pemeriksaan, anggota BK DPR yang diduga terkait kasus itu tak ikut memeriksa. Ini untuk menjaga netralitas. (sie/tra)

Sumber: Kompas, 9 April 2007