KPK Akan Panggil Amien-Gus Solah; Pengusutan Aliran Dana Rokhmin

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mengusut aliran dana nonbujeter DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) yang mengalir ke lautan politik. Langkah pertama, lembaga antikorupsi itu akan memanggil Amien Rais dan Salahuddin Wahid (Gus Solah). Kedua tokoh nasional tersebut dimintai keterangan terkait dengan pernyataan mereka telah menerima dana dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri.

Agar tidak terjadi kesimpangsiuran atas pernyataan keduanya di luar persidangan, ujar Ketua KPK Taufiequrachman Ruki ketika ditemui di gedung KPK Veteran kemarin.

Keterangan dari Amien dan Gus Solah itu, tambah Ruki, akan dipelajari apakah penerimaan dana tersebut bisa dikategorikan sebagai perbuatan tindak pidana korupsi, khususnya gratifikasi, kepada penyelenggara negara. Atau, itu merupakan perbuatan yang terkait dengan pelanggaran UU No 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Amien mengaku menerima dana langsung dari Rokhmin Rp 200 juta untuk kepentingan kampanye. Meski demikian, deklarator PAN itu berdalih tak mengetahui dana tersebut berasal dari korupsi. Pengakuan Amien berbeda dengan yang tercantum dalam BAP bahwa tim sukses Amien-Siswono menerima dana Rp 600 juta secara bertahap. Yaitu, pada 1 Mei 2003 menerima Rp 200 juta, 29 Maret 2004 sebesar Rp 200 juta, dan 23 Mei 2004 senilai Rp 200 juta.

Gus Solah juga mengaku menerima dana dari Rokhmin, tapi bukan sebagai cawapres. Namun, dana itu dimaksudkan untuk kepentingan yayasan yang dimiliki Gus Solah.

Ruki menambahkan, pihaknya kini fokus menangani kasus dugaan pengumpulan dana ilegal DKP yang menjerat Rokhmin dan Sekjen DKP Andin H. Taryoto. Dana tersebut diambil dari satu persen anggaran dinas lingkungan DKP yang dananya dari APBN dan pihak luar. Meski tak merasa penting menghadirkan Amien dan Gus Solah dalam persidangan Rokhmin dan Andin, KPK menyatakan siap menghadirkan keduanya sebagai saksi jika majelis hakim Pengadilan Tipikor meminta.

Aliran dana ke mana-mana muncul sebagai fakta persidangan, bukan hasil penyidikan, tambah Ruki, mengelak pihaknya meluncurkan data aliran dana DKP yang menggemparkan publik.

Dia mengungkapkan, tersangka dan saksi selalu mengatakan tak ingat saat ditanya soal aliran dana nonbujeter DKP. Mantan Kapolwil Malang tersebut mengungkapkan bahwa pihaknya akan memantau sesuai fakta persidangan, ke mana saja dana itu mengalir.

KPK, ujar Ruki, sudah punya amunisi untuk mengusut kasus tersebut. Jangan lupa, keterangan di persidangan adalah keterangan di bawah sumpah. Jadi, (itu) bisa dianggap kesaksian. Kesaksian adalah alat bukti baru. Satu alat bukti sudah kita punya, ujar Ruki.

KPK tinggal mencari alat bukti lain. Meski demikian, KPK hanya berwenang mengusut kasus dugaan korupsi sesuai dengan UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK tak akan tinggal diam. Temuan apa pun soal kasus DKP jika tak bisa ditangani akan diteruskan ke penegak hukum lain, termasuk kepolisian. Off course ada. Tapi, kita tunggu fakta persidangan. Kita tidak mengejar rumor, ujar Ruki. Inventarisasi fakta persidangan akan dicocokan dengan data KPK sebelum langkah berikutnya diambil.

Ini pembelajaran. Dari segi attitude, tidak mau tahu darimana sumber dananya. Yang penting gue terima, ujar Ruki menyindir sikap tokoh yang begitu mudah menerima dana. Pria kelahiran 1946 itu berpendapat, penyelesaian hukum harus dikedepankan ketimbang penyelesaian politik.(ein/aku)

Sumber: Jawa Pos, 31 Mei 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan