KPK Akan Panggil Amien Rais; Penerima Dana Bisa Dijerat UU Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi akan mengundang Amien Rais dan Salahuddin Wahid untuk dimintai keterangan terkait pernyataan mereka mengenai dana nonbudgeter Departemen Kelautan dan Perikanan atau DKP. KPK akan mempelajari apakah penerimaan dana tersebut tergolong perbuatan tindak pidana korupsi ataukah pelanggaran Undang-Undang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, Rabu (30/5). Seperti diwartakan, Amien Rais mengaku menerima dana senilai Rp 200 juta langsung dari Rokhmin Dahuri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan. Sedangkan Salahuddin mengatakan, tim kampanyenya mungkin menerima dana sebesar Rp 200 juta.

Ruki menyatakan, Amien dan Salahuddin dimintai keterangan agar tidak terjadi kesimpangsiuran atas pernyataan mereka. KPK memantau terus perkembangan persidangan kasus dana nonbudgeter DKP. Keterangan itu dilakukan di bawah sumpah sehingga dapat menjadi kesaksian dan menjadi alat bukti bagi pemeriksaan lebih lanjut.

KPK akan menginventarisasi fakta-fakta persidangan untuk disesuaikan data KPK. Setelah itu, kita akan melihat siapa penerimanya. Kalau penerimanya adalah penyelenggara negara, maka mereka dapat dikenai dengan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 atau pasal gratifikasi. Tetapi, kalau bukan, itu bukan tugas KPK untuk menanganinya karena KPK hanya melaksanakan UU Pemberantasan Tipikor, ujar Ruki.

Rabu kemarin, mantan Presiden Partai Keadilan Hidayat Nur Wahid (sekarang Ketua MPR) dan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring menemui pimpinan KPK untuk meminta penjelasan tentang daftar penerima dana DKP yang beredar di masyarakat.

Dalam daftar tersebut disebutkan kader Partai Keadilan, Fahri Hamzah, menerima dana tersebut. Disebutkan juga PK menerima dana pada Desember 2003 Partai Keadilan sejumlah Rp 100 juta dan pada Maret 2004 Partai Keadilan menerima Rp 200 juta.

Baik Hidayat maupun Tifatul membantah hal tersebut. Mereka juga mempertanyakan validitas data tersebut, karena Partai Keadilan sudah tidak ada sejak April 2003.

Secara terpisah, Ketua Yayasan Blora Institute Taufik Rahzen mendesak agar aparat penegak hukum mengungkap dan menghadirkan kebenaran terkait aliran dana DKP ke Blora Center yang mendukung pencalonan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam kampanye Pemilu 2004.

Kebenaran harus diungkap dan dihadirkan terkait aliran dana DKP. Jangan dijadikan permainan persepsi, katanya.(ana/jon/INU)

Sumber: Kompas, 31 Mei 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan