KPK Belum Sentuh Korupsi Politik; Penindakan Harus Agenda Utama

Direktur Indonesia Court Monitoring atau ICM Denny Indrayana mengemukakan, banyaknya pengungkapan korupsi di tataran eksekutif menunjukkan bahwa selama ini Komisi Pemberantasan Korupsi lebih banyak bekerja pada korupsi birokrasi. Korupsi politik dan korupsi yudisial nyaris tak tersentuh.

Selama ini KPK juga tak menyentuh Istana, Cendana, pengusaha, dan negara. Padahal, ini adalah wilayah korupsi politik dan yudisial, ujar Denny dalam seminar bertema Evaluasi Pemberantasan Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (16/7) di Surabaya. Acara itu digelar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya.

Denny mengakui, untuk masuk ke wilayah yang tak tersentuh itu memang sukar. Untuk itu, KPK diharapkan bisa melakukan metode penjebakan untuk menjerat pelaku di wilayah tersebut.

Saat ini, kata Denny, banyak kalangan yang hendak melemahkan KPK, baik secara politik maupun yudisial. Apabila nanti dipimpin orang yang dekat dengan partai politik, KPK bisa hancur.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, Muchammad Zaidun menilai, sebenarnya kinerja KPK hingga tahun 2007 relatif baik. Namun, sumbangan KPK dalam memecahkan permasalahan korupsi masih terlalu kecil. Sebab, masalah korupsi di Indonesia terlalu besar dan kompleks, sedang sumber daya manusia KPK sangat terbatas.

Koordinator Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menambahkan, kinerja KPK belum optimal. Hingga tahun terakhir periode pertama berdirinya, KPK masih berkutat pada kasus biasa, yaitu di bidang pengadaan barang dan jasa atas proyek pemerintah.

Menurut Emerson, dari 59 kasus korupsi yang ditangani KPK, 29 kasus di antaranya menyangkut eksekutif dan lima kasus dari yudikatif nonhakim. Perkara legislatif sama sekali tidak tersentuh KPK.

Agenda penindakan
Di Padang, Sumatera Barat, anggota Badan Pekerja ICW, Adnan Topan Husodo, dan Direktur LBH Padang Alvon Kurnia Palma, Senin, mengingatkan, penindakan pelaku korupsi harus menjadi program penting bagi pimpinan KPK mendatang. Namun, yang ditindak tak hanya korupsi kelas teri seperti saat ini, melainkan juga menyangkut korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan negara triliunan rupiah dan korupsi di lembaga militer.

Adnan mengatakan, perjanjian kerja sama Departemen Pertahanan dengan pimpinan KPK pekan lalu adalah sesuatu hal yang terlambat. KPK sebagai institusi penegakan hukum memiliki kekuasaan mengakses seluruh lembaga negara, termasuk menyidik kasus korupsi di lembaga militer. Tetapi, selama ini seperti ada kondisi yang menghambat KPK, katanya. (ule/mhd)

Sumber: Kompas, 17 Juli 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan