KPK Tak Berdaya, Sanksi Terserah SBY; Soal Dua Menteri yang Belum Laporkan Kekayaan

Peringatan keras akan diberikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada dua menteri yang tidak patuh melaporkan harta kekayaannya. Surat ketiga segera dilayangkan oleh lembaga yang dipimpin Taufiequrachman Ruki itu kepada Menkeu Sri Mulyani dan Menteri Perindustrian Fahmi Idris.

Surat itu merupakan peringatan bagi keduanya agar secepatnya menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dalam waktu 15 hari. Tak tanggung-tanggung, kami juga akan mengirimkan tembusan kepada presiden, ungkap Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN M. Sigit kemarin.

Langkah tersebut merupakan upaya maksimal yang bisa dilakukan KPK setelah dua surat sebelumnya tidak digubris. Presiden sebagai atasan mereka, kata Sigit, berhak memberikan sanksi administratif atas ketidakpatuhannya terhadap UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN.

Meski ada sanksi administrasi, lagi-lagi itu bergantung pada keputusan presiden. KPK sama sekali tidak mempunyai gigi untuk memberikan sanksi karena tidak memiliki payung hukum. Itulah masalahnya, sama sekali tidak ada sanksi pidana. Jadi, banyak pejabat yang tidak patuh, katanya.

Kelambanan dua menteri tersebut dan pejabat lainnya tentu mempersulit kerja KPK. Dengan personel terbatas, KPK harus mengurus LHKPN pejabat Indonesia yang mencapai 58 ribu orang. Kalau cepat diselesaikan, waktu yang terbuang kan bisa digunakan untuk mengurus hal lain, ujarnya.

KPK menyayangkan ketidakpatuhan Ani (panggilan Sri Mulyani, Red) dan Fahmi. Sebab, mereka seharusnya bisa menjadi contoh dan teladan bagi bawahannya. Kalau atasannya seperti itu, kan bukan contoh yang baik bagi bawahannya, tegasnya.

Setelah diterima, LHKPN selanjutnya dimasukkan dalam data base. Di situlah harta kekayaan pejabat bisa dimonitor. Meski memiliki data LHKPN pejabat, KPK tidak serta merta mengevaluasi satu per satu. Kami baru menginvestigasi jika ada laporan dari masyarakat, ungkapnya. LHKPN juga berguna sebagai data pendukung bila seorang pejabat diduga berkorupsi.

Bagaimana dengan kasus Ical (Aburizal Bakrie, Red)? Meski tidak ditujukan langsung kepada mereka, KPK akan mengklarifikasi kebenaran data yang didapatkan Forbes. Walaupun ada indikasi ketidakwajaran antara data LHKPN dan Forbes, hal itu tidak serta merta menunjukkan indikasi korupsi atau manipulasi data. Tidak wajar juga bukan berarti harus diperiksa, jelasnya.

KPK harus mempertimbangkan banyak faktor seperti sumber penghasilan, jabatan strategis, dan dampak jabatan untuk memutuskan sebuah indikasi ketidakwajaran dilanjutkan dengan pemeriksaan.

Juru Bicara KPK Johan S.P. mengungkapkan, data Forbes harus dicek ulang apakah didapatkan sebelum atau sesudah Ical menyerahkan LHKPN. Dia menambahkan, saat ini KPK sedang memeriksa 80 pejabat daerah yang data riil lapangannya tidak sesuai LHKPN yang dilaporkan.

Sementara itu, meski kadernya di kabinet belum menyerahkan laporan kekayaan ke KPK, Partai Golkar tidak ambil pusing. Bagi mereka, yang dilakukan Fahmi Idris tersebut merupakan tanggung jawab pribadi yang bersangkutan. Masalah kekayaan, biar jadi urusan KPK. Itu masalah pribadi Fahmi Idris, tegas Sekjen DPP Partai Golkar Sumarsono kemarin.

Menurut dia, soal harta kekayaan seseorang, partai tidak bisa mengintervensi kadernya. Karena itu, Partai Golkar tidak merasa perlu mengingatkan Fahmi atas kelalaiannya tidak menyerahkan laporan kekayaan ke KPK. Masalah itu sama sekali tidak berhubungan dengan Partai Golkar. Kami hanya ikut memberikan saran terhadap kebijakan partai, katanya.

Bukan hanya soal Fahmi, harta kekayaan semua kader Partai Golkar yang menjadi menteri juga tidak akan diawasi. Kalau toh akhirnya ada kader yang tersangkut kasus hukum gara-gara perolehan hartanya tidak wajar, itu risiko masing-masing.

Apalagi, partai tidak pernah merasakan uang menteri. Golkar tidak menjadikan menterinya sebagai mesin uang. Tidak seperti dulu, ujar mantan Wakasad tersebut.

Sikap yang sama ditunjukkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Wakil Ketua Umum PPP Ali Marwan Hanan menyampaikan, partainya tidak akan mengawasi harta kekayaan kadernya yang menjadi menteri. Itu wilayah KPK, ungkapnya.

Namun, secara informal, tentu sesama kader akan saling mengingatkan. Alhamdulillah, kader kami di kabinet (Menkop dan UKM Suryadharma Ali serta Men BUMN Sugiharto) memenuhi kewajibannya, jelasnya.

Sikap berbeda ditunjukkan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ketua Umum PKB A. Muhaimin Iskandar menyatakan, partainya serius terhadap laporan KPK tentang harta kekayaan para menteri dan pejabat. Terutama laporan harta kekayaan Menakertrans Erman Suparno, kader PKB. Besok (hari ini, Red) kami rapat. Akan diputuskan membentuk tim atau ditangani langsung oleh pimpinan PKB, jelasnya kemarin.

Sangat mungkin masalah Erman akan ditangani langsung oleh ketua umum dan Sekjen DPP PKB. Yang jelas, Pak Erman akan kami panggil untuk dimintai klarifikasi, ujarnya.

Sepanjang keterangan Erman nanti masuk akal, kata Muhaimin, PKB tidak akan mempersoalkan. Tapi, kalau tidak masuk akal, DPP PKB akan mengusutnya. Ini menyangkut nama baik partai. Tapi, sejauh ini, sebagai pengusaha, harta Pak Erman masih wajar, tegasnya.

Dia menyatakan, ke depan, pihaknya akan lebih intens mengawasi perolehan kekayaan kadernya di kabinet. Ini merupakan bentuk pertanggungjawaban PKB kepada konstituennya, katanya. (ein/tom)

Sumber: Jawa Pos, 16 September 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan