KPP Lain Akan Diperiksa

Penyelidikan kasus dugaan korupsi restitusi pajak terus berkembang. Tidak tertutup kemungkinan penyelidikan dan penyidikan dikembangkan ke kantor-kantor pelayanan pajak lain.

Masalahnya terus berkembang. Tadinya yang ditahan pengusaha kontainer, berkembang ke pegawai Bea Cukai. Sekarang berkembang yang ditahan pegawai kantor pelayanan pajak. Diperkirakan akan berkembang ke kantor pelayanan pajak lainnya, kata Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Metropolitan Jakarta Raya Inspektur Jenderal M Firman Gani di Jakarta, Kamis (12/1).

Seperti diberitakan, polisi sudah menahan 16 orang, termasuk empat pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara. Mereka ditangkap karena diduga melakukan korupsi dana restitusi pajak dengan menggunakan dokumen impor fiktif. Akibat ulah mereka, negara berpotensi dirugikan Rp 150 miliar (Kompas, 12/1).

Melihat kasusnya menonjol dan menjadi perhatian masyarakat, kata Firman, kasus penggelapan restitusi pajak itu sekarang ditangani oleh Polda Metro Jaya bersama dengan Kepolisian Resor Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KPPP) Tanjung Priok.

Kalau ternyata banyak kantor pelayanan pajak atau bea cukai yang mengatur tentang restitusi pajak ini di tempat lain, kami akan serahkan kepada Mabes (Polri) atau KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Sekarang masih dikembangkan di KPP Pademangan, tetapi bisa saja nanti di bandara atau di tempat lain, katanya.

Firman Gani mengaku sangat menyesalkan perbuatan para tersangka. Sebab, uang pajak sebenarnya sudah masuk ke kas negara, tetapi diambil lagi oleh para tersangka dengan melakukan berbagai pemalsuan. Akibatnya, uang yang mestinya bisa digunakan pemerintah untuk berbagai kegiatan pembangunan dan dinikmati masyarakat itu hanya dinikmati segelintir orang.

Dalam perkembangan penyidikan, kata Firman, dalam waktu dekat pihaknya akan meminta keterangan dari Kepala KPPP Pademangan. Pasti dia (Kepala KPP Pademangan) akan dimintai keterangan, katanya.

Sejauh ini, katanya, penyidikan masih fokus pada kasus korupsi dana pajak dengan cara ekspor fiktif yang dilakukan para pegawai secara perorangan.

Dari hasil penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan petugas KPPP Tanjung Priok, polisi mendeteksi setidaknya ada 30 orang yang terkait kasus itu. Dari 30 orang itu baru ditangkap 16 orang.

Melarikan diri
Menyusul terbongkarnya kasus penggelapan dana restitusi pajak itu, beberapa eksportir diduga telah melarikan diri ke luar negeri. Langkah itu diduga merupakan upaya menghindar dari pemeriksaan polisi.

Tanpa menyebut nama, Kepala KPPP Tanjung Priok Ajun Komisaris Besar Lucky Hermawan menyatakan, ada tujuh orang dari puluhan eksportir yang sudah melarikan diri sejak kasus ekspor fiktif dibongkar polisi.

Sehari sebelumnya, Lucky mengatakan, pihaknya memburu tujuh orang tersangka lain dalam kasus itu, termasuk seorang bos perusahaan garmen berkebangsaan India dengan inisial AS. Tujuh tersangka yang kini diburu polisi terdiri atas tiga warga negara India dan empat warga Indonesia.

Lucky Hermawan menyebutkan, tiga warga India itu masing-masing berinisial VI, SN, dan AS. Mereka sudah dicekal dan diblokir rekening banknya, katanya.

Dalam perburuan tujuh tersangka itu, polisi menggerebek Pasar Pagi Mangga Dua, Jakarta Utara. Akan tetapi, seorang dari tujuh tersangka itu kabur saat penggerebekan.

Menurut Lucky, polisi kini juga memeriksa beberapa perusahaan ritel terbesar yang ada di Jakarta atas keterlibatan mereka dalam penjualan faktur-faktur pajak yang digunakan untuk menarik dana restitusi. Ia menolak menyebut nama perusahaan ritel dengan alasan masih dalam penyelidikan.

Pengawasan lemah
Berkait dengan penangkapan empat petugas pajak di KPP Pademangan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa pengawasan atas sistem restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) sangat lemah. Akibatnya, ada oknum Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yang memanfaatkan kelemahan tersebut untuk mengeksploitasi titik-titik lemah yang ada guna mendapatkan keuntungan pribadi.

Saya sudah meminta kepada Ditjen Pajak serta Ditjen Bea dan Cukai untuk melihat kembali titik-titik lemah dalam restitusi yang kemudian dapat digunakan oleh aparat mereka, kata Sri Mulyani.

Kasus di Pademangan itu juga dinilai menunjukkan pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan (Depkeu) selama ini tidak cukup ampuh menanggulangi berbagai pelanggaran yang dilakukan aparat pajak. Karena itu, Depkeu akan mengundang seluruh pihak yang memberikan perhatian tinggi terhadap Ditjen Pajak untuk ikut memikirkan solusi pengawasan yang efektif.

Sri Mulyani menegaskan, pihaknya akan melihat kerawanan yang terjadi secara sistemik di bidang perpajakan. Depkeu akan menempatkan masukan dari masyarakat sebagai basis utama untuk menyelidiki penyimpangan- penyimpangan yang terjadi di bidang perpajakan itu.

Memang sangat sulit untuk mencari besaran potensi kehilangan penerimaan pajak yang terjadi selama ini. Namun, memang ada angka resmi yang menyatakan potensi kehilangan itu adalah sebesar dua persen. Namun, itu tidak menutup kemungkinan ada korban yang tidak melaporkan kerugiannya, katanya.

Sri Mulyani tidak menepis kemungkinan adanya masalah dalam kepemimpinan di Ditjen Pajak yang telah mendorong terjadi berbagai penyimpangan perpajakan. Akan tetapi, Menkeu masih akan memberikan kesempatan kepada pimpinan Ditjen Pajak untuk memperbaiki kinerja mereka. (MAS/SAM/oin)

Sumber: Kompas, 13 Januari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan