MA Evaluasi Undang-Undang MA

Rekomendasinya bisa mengusulkan amendemen.

Mahkamah Agung membentuk tim evaluasi Undang-Undang Mahkamah Agung. Juru bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko, mengatakan bahwa tim itu akan mengkaji apakah undang-undang itu sudah sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mengalami tumpang-tindih dengan undang-undang lain. Hasilnya berupa rekomendasi yang diserahkan kepada Ketua Mahkamah Agung, ujar Djoko di kantor Mahkamah Agung kemarin.

Tim beranggotakan enam hakim agung dan seorang hakim tinggi. Hakim agung Abdurrahman selaku ketua. Sekretaris akan dijabat hakim tinggi Herman Purwano. Adapun para anggota adalah hakim agung Harifin A. Tumpa, Djoko Sarwoko, Ida Bagus Ngurah Adyana, Abdul Manan, dan Imam Soebechi. Mereka bekerja mulai Agustus setelah Ketua Mahkamah Agung mengeluarkan surat penetapan.

Menurut Djoko, rekomendasi dari tim itu bisa berupa usul pengajuan amendemen. Setelah menerima rekomendasi itu, kata dia, Mahkamah Agung akan memutuskan apakah menerima usul amendemen itu, yang akan dibawa ke parlemen atau pemerintah.

Undang-Undang Mahkamah Agung pernah mengalami perubahan. Pada 2004, Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui pengesahan perubahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung menjadi UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Nomor 14 Tahun 1985 itu.

Djoko mengatakan, selama ini Mahkamah Agung menilai pelaksanaan Undang-Undang Mahkamah Agung tidak efektif, tumpang-tindih, dan bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu, kami perlu membentuk tim evaluasi, katanya.

Adapun fokus yang akan dievaluasi, kata Djoko, soal pembatasan perkara di Mahkamah Agung. Menurut dia, meski sudah ada ketentuan pembatasan, jumlah perkara kasasi yang masuk ke Mahkamah Agung tidak berubah, malah bertambah. Kami tidak ingin Mahkamah Agung menjadi tempat penumpukan perkara, ujarnya.

Hingga Maret 2006, perkara di Mahkamah Agung berjumlah 29.549. Perkara itu kasasi ataupun peninjauan kembali. Jumlah itu meliputi 20.314 perkara sisa dan 9.235 perkara yang masuk. Perkara yang diputus mencapai 15.552 dan sisanya masih menunggu untuk diputus.

Selain itu, tim akan mengevaluasi soal pengawasan di Mahkamah Agung. Djoko mengatakan fungsi pengawasan tercantum dalam Undang-Undang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Komisi Yudisial. Kami berbenturan karena ada dua undang-undang yang bersinggungan itu, katanya.

Djoko berharap Komisi Yudisial dapat duduk bersama dalam revisi pengawasan itu. Keterlibatan Komisi Yudisial, kata Djoko, agar tidak terjadi konflik kewenangan.

Sementara itu, Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Hasril Hertanto menyatakan setuju atas langkah Mahkamah Agung melakukan evaluasi, kendati inisiatif itu terlambat. Menumpuknya perkara menjadi bahan pembicaraan sejak lama, ujarnya saat dihubungi.

Dia menyarankan, penyelesaian perkara berdasarkan sistem kamar, yakni berdasarkan kategori, misalnya perkara pidana atau perdata. Sebab, selama ini hanya berdasarkan pembentukan majelis hakim. SUTARTO | RIKY FERDIANTO

Sumber: Koran Tempo, 7 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan