Makin Banyak Pimpinan DPRD Berstatus Tersangka (10/6/04)
Jakarta, Kompas - Seiring dengan maraknya pengungkapan kasus tindak pidana korupsi di lingkungan legislatif, semakin banyak pula unsur pimpinan DPRD di Tanah Air yang berstatus tersangka. Bahkan, beberapa orang telah mendekam di sel tahanan, seperti Ketua DPRD Kota Payakumbuh Chin Star dan Ketua DPRD Kota Banda Aceh M Amin Said.
Rabu (9/6) kemarin Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Banda Aceh Akhyar Abdullah ditahan pihak kejaksaan sehubungan dengan kasus dugaan korupsi miliaran rupiah. Dengan demikian, telah 10 anggota DPRD, termasuk Ketua DPRD Banda Aceh M Amin Said, yang ditahan dalam kasus serupa.Kasus dugaan korupsi di DPRD Kota Banda Aceh diproses pihak kejaksaan sehubungan dengan ditemukannya penggunaan dana Rp 5,7 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pembelian mobil pribadi mereka. Pihak kejaksaan juga telah menyita 22 mobil dan rumah sejumlah anggota DPRD. Beberapa di antara mereka telah mengembalikan dana yang sudah diambil.Kasus di Aceh itu diduga melibatkan hampir seluruh anggota DPRD, ketua, dan wakil ketuanya. Namun, beberapa di antara mereka sejak awal mengaku tidak menerima dana terkait sedikit pun. Pihak kejaksaan menetapkan 26 tersangka dari 30 anggota DPRD itu.Jaksa Mohd Adnan dari Kejaksaan Negeri Banda Aceh mengatakan, proses pemberkasan kasus para anggota DPRD tersebut hampir rampung. Beberapa di antaranya malah sudah dilimpahkan ke pengadilan.Di Kalimantan BaratDari Kota Singkawang, Kalimantan Barat (Kalbar), pihak kejaksaan sejak 1 Juni 2004 juga sudah menetapkan Ketua DPRD Kota Singkawang Soemardji sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi sekitar Rp 1,9 miliar.Kami sedang menunggu izin dari Gubernur Kalimantan Barat Usman Ja’far agar dapat memeriksa Ketua DPRD Kota Singkawang Soemardji. Kami berharap izin itu bisa secepatnya dikeluarkan gubernur, kata Kepala Kejaksaan Negeri Singkawang Nurul Handayani di Singkawang, Rabu.Menurut Nurul, kasus penyalahgunaan APBD 2003 Kota Singkawang itu terbongkar setelah hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap APBD Kota Singkawang tahun 2003 dikeluarkan.Penggunaan keuangan negara oleh DPRD Kota Singkawang yang diduga tidak sesuai adalah uang representasi, uang asuransi, uang operasional, dan uang paket. Nilai keseluruhan penggunaan uang itu mencapai Rp 1,9 miliar. Berdasarkan pemeriksaan BPK, penggunaan uang negara tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh DPRD Kota Singkawang.Nurul menyatakan, sementara ini baru Ketua DPRD Kota Singkawang yang menjadi tersangka. Jumlah tersangka kemungkinan akan bertambah, tergantung dari pemeriksaan petugas kejaksaan.Ketua DPRD Kota Singkawang Soemardji yang dikonfirmasi mengatakan, pihaknya belum bisa memberikan penjelasan mengenai kasus tuduhan korupsi di DPRD Singkawang serta penetapan dirinya sebagai tersangka oleh pihak kejaksaan. Alasannya, surat penetapan sebagai tersangka sampai sekarang belum diterimanya dan belum ada pemanggilan dari pihak kejaksaan.Izin MendagriDari Lampung dilaporkan, proses pemeriksaan terhadap anggota DPRD Lampung yang diduga terlibat kasus korupsi APBD masih menunggu izin Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Hari Sabarno.Pemeriksaan yang akan dilakukan Kejaksaan Tinggi Lampung itu berkaitan dengan dugaan penyelewengan APBD tahun anggaran 2001-2002 sebesar lebih dari Rp 14,7 miliar.Beberapa tersangka telah ditetapkan, tetapi hingga saat ini kami masih terkendala masalah perizinan, tutur Kepala Seksi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Tinggi Lampung Maryono di Bandar Lampung, kemarin.Maryono menyebutkan, permohonan izin kepada Mendagri berkaitan dengan rencana pemeriksaan terhadap Abdul Azib Zanim, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Lampung. Permohonan izin itu juga diajukan untuk memeriksa 57 anggota DPRD lainnya, antara lain Sri Atidah, mantan Ketua DPRD Lampung, serta Zulkarnain, yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Lampung.Menurut Maryono, status Abdul Azib Zanim dalam proses pemeriksaan itu adalah tersangka. Status Sri Atidah dan Zulkarnain, yang sebelumnya diperiksa sebagai saksi, saat ini berubah menjadi tersangka.Sita kekayaanDalam kaitan kasus tindak pidana korupsi, Kejaksaan Negeri Ciamis, Jawa Barat, mulai menyita harta kekayaan para anggota DPRD Kabupaten Ciamis yang diduga diperoleh dari hasil penyalahgunaan anggaran keuangan DPRD tahun 2001- 2002 sebesar Rp 5,2 miliar lebih.Kepala Kejaksaan Negeri Ciamis Agus Sutoto, Rabu, mengatakan, harta kekayaan yang disita terutama milik empat tersangka. Mereka adalah Sekretaris DPRD Ciamis Djajuli, Sekretaris Panitia Anggaran DPRD Nasuha, dan dua Wakil Ketua DPRD, yaitu Dede Heru dan Dedi Sobandi. Pada 6 April 2004 Dedi dilantik menjadi Wakil Bupati Ciamis.Untuk sementara, yang kami sita baru satu sedan Toyota Corolla Twincam tahun 1992 warna abu-abu milik Nasuha, kata Agus.Sedan itu, lanjutnya, terpaksa disita karena diduga dibeli dengan uang yang diperoleh dari hasil penyalahgunaan keuangan DPRD.Beberapa hari lagi kami akan melakukan penyitaan lanjutan terhadap semua barang bergerak dan tidak bergerak milik para tersangka dalam kasus ini, ujar Agus tegas.DiskriminatifBerkaitan dengan kondisi ini, Koordinator Forum Peduli Sumatera Barat (FPSB) Saldi Isra di Padang mengemukakan, maraknya pengungkapan kasus korupsi di lembaga legislatif di sejumlah daerah masih terkesan diskriminatif karena yang diproses baru pihak legislatif, belum menjangkau eksekutif.Ia mengemukakan, apabila supremasi hukum ditegakkan tanpa diskriminatif, masyarakat akan bangga dan akan memberikan peran yang lebih besar kepada pihak yang berwenang dalam upaya memberantas korupsi di Tanah Air.Berkaitan dengan pencegahan tindak pidana korupsi di lingkungan DPRD, Saldi Isra mengingatkan pemerintah agar segera merumuskan peraturan pemerintah (PP) yang baru, yang dapat dijadikan pijakan bagi anggota DPRD hasil Pemilihan Umum 2004, karena hal itu sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003. Apalagi, PP Nomor 110 Tahun 2000 telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung dengan putusannya tanggal 9 September 2002.Semestinya, kata Saldi lagi, setelah itu sudah ada pengganti PP tersebut, tetapi kenyataannya sampai sekarang belum ada PP yang baru. Saya pikir PP itu sudah harus disegerakan, sebelum mereka dilantik, agar wakil rakyat hasil Pemilihan Umum 2004 punya pedoman dalam menyusun anggaran, paparnya. (NJ/JOS/NWO/NAL/FUL)
sumber: Kompas