Mantan Dirut Bukopin Tanggapi Kasus Kredit Macet Rp 65 M; Pemberian Kredit Sudah Dikontrol BI

Salah satu kasus yang sedang diselidiki Kejaksaan Agung adalah kredit macet Bukopin senilai Rp 65 miliar untuk pengadaan alat pengering gabah (drying centre) di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Beberapa direksi Bukopin yang saat ini menjabat bergiliran diperiksa sebagai saksi di gedung bundar.

Pekan ini Kejagung memeriksa salah seorang mantan Dirut Bukopin yang kini menjabat Dirut PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Sofyan Basir. Inilah wawancara dengan Basir :

Anda akan diperiksa Kejaksaan Agung, komentar Anda?

Wah, saya baru dengar itu. Belum, belum ada panggilan. Memang kenapa kalau kredit macet. Kalau kredit macet, apa kaitannya dengan Kejaksaan Agung. Kredit macet itu ada jutaan. Masak semua mau dipanggil Kejaksaan Agung.

Bagaimana pemberian kredit Rp 65 miliar itu?

Pemberian kredit itu clear dan sesuai dengan prosedur yang ada. Jadi, apa yang harus dipersoalkan. Toh, ada Bank Indonesia yang mengontrol kami, iya kan. Setiap pelanggaran atau penyimpangan tentu akan ditegur, bahkan ditindak tegas, oleh Bank Indonesia.

Jadi, tolong sudut pandangnya dipositifkan dulu. Dilihat secara proporsional. Itu penting untuk mendudukkan persoalan sebagaimana mestinya. Jangan menuduh yang bukan-bukan dulu. Apalagi Bank Bukopin ini kan bank swasta, pemerintah hanya memiliki 18 persen saham di Bukopin.

Apakah artinya kalau bank swasta tidak masalah bila terjadi penyimpangan kredit. Bank BUMN saja yang harus diawasi?

Bukan, bukan itu juga. Penyaluran kredit, baik di bank BUMN maupun bank swasta, itu menganut prinsip yang universal. Mulai permintaan hingga persetujuan kredit memiliki prosedur dan mekanisme tertentu yang harus dipenuhi.

Artinya, kredit dilaksanakan sesuai dengan aturan yang ada. Kita melakukan itu (penyaluran kredit, Red) secara prudent (berhati-hati). Prinsip kehati-hatian pasti kami jalankan.

Sebenarnya apa alasan pengucuran kredit yang dilakukan Bukopin saat itu?

Itu (pengucuran kredit) kami laksanakan dalam rangka untuk menjaga stabilitas harga dasar gabah. Saat itu harga gabah naik sehingga Bulog membutuhkan dana untuk membangun fasilitas tersebut (drying center). Jadi, penyaluran kreditnya kepada Bulog. Itu tidak ada masalah. Nanti berasnya juga akan masuk ke Bulog sehingga berdampak positif pada stok beras nasional. Ini (penyaluran kredit) adalah siklus bisnis yang normal. (iw)

Sumber: Jawa Pos, 3 Juli 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan