Masyarakat Berhak Tahu; Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Bantah Terima Dana DKP

Pemberian dana nonbudgeter Departemen Kelautan dan Perikanan kepada calon presiden/wakil presiden dan partai politik pada Pemilu 2004 adalah bentuk korupsi politik. Masyarakat berhak tahu penggunaan uang milik negara itu. Karena itu, penegak hukum harus mengusutnya secara tuntas.

Demikian ditegaskan pengajar Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Topo Santoso, Jumat (18/5), di Jakarta. Topo pada Pemilu 2004 menjadi anggota Panitia Pengawas Pemilu 2004.

Publik berhak tahu kasus ini secara jelas. Penegak hukum harus bergerak menelusuri aliran dana Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) itu dengan meminta keterangan pihak yang disebut menerima dana nonbudgeter DKP, katanya.

Topo mengakui, dugaan korupsi dana DKP itu cukup rumit. Pasalnya, meski ada penyimpangan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilu Presiden/Wakil Presiden, tetapi tidak ada implikasinya dalam pemilu. Sanksi pembatalan pasangan calon presiden/wapres pun tidak bisa dilakukan.

Bagaimana memproses orang yang sudah pegang kekuasaan selama beberapa tahun? katanya.

Presiden membantah
Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng di Jakarta, Jumat, membantah jika Susilo Bambang Yudhoyono selaku calon presiden, baik pribadi maupun bersama calon wapres M Jusuf Kalla, atau tim suksesnya menerima dana dari DKP melalui Menteri Kelautan dan Perikanan (saat itu) Rokhmin Dahuri. Yudhoyono juga membantah menerima bantuan dari luar negeri, seperti Amerika Serikat.

Jika disebutkan dana DKP itu diterima Tim Sukses SBY-JK, antara lain Blora Center, menurut Andi, Presiden Yudhoyono juga menyatakan tidak tahu-menahu siapa penerima dana itu. Presiden tidak pernah terima dana itu. Dana yang digunakan selama berkampanye seluruhnya sudah dilaporkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), kata Andi.

Dari Solo, Jawa Tengah, Jumat, Ketua Umum Partai Bintang Bulan Hamdan Zoelva meminta calon presiden/wapres dan partai yang menerima aliran dana DKP pada Pemilu 2004 hendaknya tidak menunggu KPU mengungkapkan donaturnya. Kalau ada yang menerima, seharusnya mengaku dengan jujur. Seharusnya gentle seperti Amien Rais yang mengakui menerima dana DKP itu, ujarnya.

Pengakuan Amien Rais, lanjut Hamdan, menjadi bukti sulitnya untuk berkeyakinan semua tokoh maupun partai di negeri ini bersih. Setelah terbuka, tokoh yang selama ini berteriak antikorupsi, parpol yang mengaku bersih, pun ternyata terima duit, katanya.

Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi SP, secara terpisah, Jumat, menegaskan, penerimaan dana DKP oleh calon presiden/wapres dan partai masuk dalam ranah hukum pemilu dan bukan domain dari kerja KPK. Pengusutan terhadap kasus itu menjadi wewenang kepolisian. (idr/har/son/VIN)

Sumber: Kompas, 19 Mei 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan