Memo Heli Kalla Dipersoalkan

Tidak pada tempatnya pemerintah memproteksi proyek swasta.

Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempersoalkan memo Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mempermulus perizinan 12 helikopter milik PT Air Transport Services--anak perusahaan PT Bukaka Teknik Utama.

Wakil Komisi Hukum DPR Akil Mochtar mengatakan memo Presiden untuk pembebasan heli itu menyalahi prosedur. Mestinya, kewajibannya dibayar dulu, baru bisa dibebaskan, kata politikus Partai Golkar itu kemarin.

Menurut Akil, memo langsung dari seorang presiden bakal menyulitkan lembaga pemerintah lain menegakkan aturan. Ya, mau bagaimana, wong yang meminta presiden, ujar Akil.

Memo itu dibuat oleh Presiden pada 7 Desember 2006 atas permintaan Wakil Presiden Jusuf Kalla sehari sebelumnya. Dalam memo berlogo kepresidenan itu, Yudhoyono meminta Menteri Keuangan dan Menteri Perhubungan menyelesaikan perizinan heli buatan 1980-an itu.

Helikopter buatan Jerman itu dipakai untuk memadamkan kebakaran oleh Badan Koordinasi Nasional (Bakornas) Penanganan Bencana yang dipimpin oleh Jusuf Kalla. Pengadaannya dilakukan oleh PT Air Transport yang didirikan oleh Achmad Kalla, adik kandung Jusuf Kalla. Perusahaan ini lalu menyewakannya ke Bakornas.

Anggota Komisi Hukum DPR, Lukman Hakim Saifuddin, juga menilai Yudhoyono tak pantas menerbitkan rekomendasi serupa. Menurut politikus Partai Persatuan Pembangunan ini, tidak pada tempatnya pemerintah memproteksi proyek swasta.

Pekan lalu Kantor Bea dan Cukai Bandar Udara Soekarno-Hatta mengancam akan menyita capung besi itu. Alasannya, Air Transport belum melunasi kewajiban jaminan kepabeanan (customs bond) 9 miliar yang jatuh tempo 4 Maret lalu. Tapi kemarin Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi membatalkan rencana penyitaan 12 helikopter milik anak perusahaan PT Bukaka Teknik Utama itu.

Bea dan Cukai putar haluan setelah membaca surat-surat Departemen Perhubungan yang dikantongi Air Transport. Departemen yang dipimpin Hatta Rajasa itu menyatakan 12 helikopter memenuhi syarat impor dan layak terbang. Sekarang status heli jadi legal, kata Anwar.

Juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng, mengaku tak tahu ada memo yang dikeluarkan Presiden. Jangan semua hal ditanyakan kepada Presiden, ujarnya.

Meski mengantongi seabrek rekomendasi, menurut Anwar, Air Transport masih harus membayar tunai (customs bond). Bea dan Cukai tak mau menerima jaminan dari perusahaan asuransi. Tapi Bea Cukai memperpanjang tenggat. Kami beri waktu hingga pertengahan Mei, kata Anwar.

Ketika ditemui Tempo pekan lalu, Jusuf Kalla tidak mau menjelaskan soal pengadaan heli itu. Begitu pula pemilik Air Transport, Achmad Kalla, menolak berkomentar panjang. Menurut dia, customs bond dan perizinan heli itu urusan direksi Air Transport. Saya hanya pemegang saham. Tanya direksi saja, ujarnya. ERWIN DARIYANTO | IBNU RUSYDI | AGUSLIA HIDAYAH | KARTIKA CANDRA

Memo Presiden (Salinan)

Tanggal 7 Desember 2006

Ditujukan:
1. Menteri Keuangan RI
2. Menteri Perhubungan RI

Isi:

1. Dasar: Permintaan Wakil Presiden RI, tanggal 5 Desember 2006, kepada Presiden RI, perihal penyelesaian 10 helikopter yang didatangkan dari luar negeri untuk kepentingan penanggulangan bencana alam.

2. Agar Menteri Keuangan dan Menteri Perhubungan segera menyelesaikan proses perizinan dan administrasi lainnya menyangkut kedatangan helikopter tersebut di Indonesia.

3. Pedoman segala ketentuan undang-undang dan peraturan terkait lainnya.

Tembusan:
Yth. Wakil Presiden RI

Sumber: Koran Tempo, 27 Maret 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan