Menanti Proses Hukum Dana Kampanye Ilegal

Perdamaian antara calon presiden pada Pemilihan Umum 2004 Amien Rais dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait dana kampanye dari Departemen Kelautan dan Perikanan meredakan ketegangan politik. Namun, publik mengharapkan agar kasus yang telanjur mencuat itu tetap diteruskan melalui proses hukum.

Pengakuan Amien Rais bahwa ada calon presiden dalam Pemilu Presiden/Wakil Presiden tahun 2004 yang dibiayai oleh dana nonbudgeter Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) membuat kasus penyalahgunaan dana nonbudgeter DKP bergulir seperti bola liar. Kasus ini menyeret sejumlah nama tokoh yang diduga ikut menikmati dana itu.

Pengakuan Amien Rais terungkap setelah dirinya disebut- sebut oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri menerima dana dari DKP sebesar Rp 400 juta. Uang itu diserahkan kepada Amien Rais dalam kapasitasnya sebagai calon presiden. Pengakuan ini mengungkap rahasia pergerakan dana nonbudgeter DKP yang merambah hingga ranah politik.

Padahal, awalnya kasus dana nonbudgeter DKP hanya menyeret Rokhmin ke meja hijau lantaran penyalahgunaan kekuasaan. Menteri Kelautan dan Perikanan zaman pemerintahan Megawati Soekarnoputri ini dituduh menyuruh pejabat eselon I dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi seluruh Indonesia memberikan uang demi kepentingan DKP. Hasilnya, selama periode 2002-2004 dana yang terkumpul sebanyak Rp 11,516 miliar. Dana ini tersimpan sebagai dana nonbudgeter DKP.

Berdasarkan berita acara pemeriksaan Rokhmin Dahuri terungkap, dana DKP ini juga mengalir ke Komisi III DPR, partai politik, calon presiden 2004 dan tim suksesnya, serta sejumlah individu dari partai politik.

Pengakuan Amien Rais yang membenarkan dirinya menerima dana nonbudgeter DKP seolah membuka borok perilaku korup para pemimpin bangsa ini. Jika benar pernyataan Amien bahwa para calon presiden pada Pemilu 2004 menerima dana dari DKP, berarti reputasi tokoh yang berlaga dalam Pemilihan Presiden 2004 akan jatuh di mata publik.

Ironisnya, selain dana nonbudgeter DKP, Amien Rais juga mengindikasikan adanya calon presiden yang menerima sokongan dana kampanye dari pihak asing. Sinyalemen ini dengan sendirinya membuka kotak pandora, ternyata dana kampanye yang mengalir kepada calon presiden banyak yang ilegal!

Fenomena itu kini sudah menjadi rahasia umum di negeri ini. Jajak pendapat Kompas kali ini mengungkapkan, dua dari tiga responden mengaku tahu atau mengikuti kasus penyelewengan dana nonbudgeter DKP. Mereka juga percaya, sebagian dana itu digunakan untuk membiayai kampanye calon presiden dalam Pemilu 2004.

Selain Amien Rais yang sudah terang-terangan mengakui, publik juga percaya pasangan calon presiden pada pemilu lalu terlibat dengan aliran dana dari DKP. Meski dibantah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, publik telanjur berprasangka, pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla pun terkait dengan aliran dana itu, setidaknya hal ini diungkapkan 69,6 persen responden.

Pengetahuan dan kepercayaan responden tentang adanya dana ilegal yang digunakan dalam kampanye Pemilihan Presiden 2004 menunjukkan, pengakuan Amien Rais menyebarkan dampak yang luas kepada publik. Boleh jadi pengakuan Amien Rais bisa berakibat pada penurunan reputasi dan citra dirinya. Tetapi, sikapnya itu dipandang jujur dan diapresiasi secara positif oleh publik.

Setidaknya 68 persen responden setuju dengan sikap yang diambil oleh mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini. Menurut mereka, justru pengakuan Amien Rais itu bisa menjadi pemicu untuk membongkar borok-borok korupsi yang tertutup rapi di balik kekuasaan formal yang dimiliki oleh pemimpin bangsa ini.

Selain dana DKP yang disebut-sebut sebagai uang haram yang dipakai oleh calon presiden atau wakil presiden atau tim suksesnya untuk membiayai kampanye, publik juga percaya masih ada sumber dana ilegal lainnya yang digunakan untuk tujuan yang sama. Dua dari tiga responden percaya, tim sukses juga menerima dana dari departemen lain, di luar DKP. Demikian juga terhadap kemungkinan masuknya sumbangan asing maupun penyumbang dengan nama fiktif.

Proses hukum
Publik berharap agar perkara penggunaan dana kampanye ilegal dapat diteruskan ke proses hukum. Penyelesaian secara politis, seperti perdamaian antara Presiden Yudhoyono dan Amien Rais di Bandara Halim Perdanakusuma, beberapa waktu lalu, dipandang tidak akan menuntaskan masalah ini. Lebih dari 75 persen responden tidak berharap kasus ini selesai dalam forum perdamaian itu.

Tuntutan agar persoalan ini diselesaikan secara hukum menguat karena selama ini penyelesaian politis atas kasus hukum dianggap tidak efektif. Lebih dari 76 persen responden menolak jika para calon presiden/wapres yang diduga terkait dana DKP dibebaskan begitu saja dari kasus penyelewengan dana kampanye. Karena itulah, 90 persen responden setuju bahwa kasus penyalahgunaan dana DKP dan dana ilegal lainnya diselesaikan secara hukum.

Meski demikian, ada ketidakyakinan yang muncul dalam benak publik berkaitan dengan penyelesaian kasus ini. Bukan karena silang sengkarutnya masalah ini, tetapi lebih disebabkan oleh kuatnya figur calon presiden/wapres yang diduga terlibat dalam kasus ini.

Hanya 39,1 persen responden yang meyakini bahwa pasangan Yudhoyono-Kalla bisa diproses secara hukum. Sebaliknya, lebih dari 55 persen responden menyatakan ketidakyakinan mereka terhadap kemampuan aparat penegak hukum untuk memproses kedua tokoh ini. Ketidakyakinan yang sama juga disuarakan pada penanganan proses hukum terhadap pasangan-pasangan calon presiden lainnya. Namun, sedikit berbeda dengan yang lainnya, 51 persen responden yakin bahwa pasangan Amien Rais-Siswono Yudo Husodo bisa diproses secara hukum.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mempunyai wewenang untuk menyelidiki kasus ini pun belum banyak berperan. Rencana pemanggilan Amien Rais memang diharapkan menjadi langkah awal yang baik untuk proses-proses selanjutnya. Tetapi, secara umum publik masih menangkap adanya keengganan dari lembaga itu untuk menyelesaikan kasus ini. Lebih dari 53 persen responden pesimistis bahwa KPK bisa menyelesaikan kasus ini.

Begitu juga dengan kejaksaan dan Polri, hampir 60 persen responden tidak yakin bahwa kedua lembaga itu bisa mengungkap penyelewengan asal-usul dana kampanye calon presiden/wapres.

Asal-usul dana kampanye calon presiden/wapres memang akan sulit ditelusuri. Tetapi, penelusuran itu harus dilakukan. Dibutuhkan keseriusan dan keberanian aparat penegak hukum untuk menyentuh ranah kekuasaan yang masih dipandang keramat ini. (Litbang Kompas-SULTANI)

Sumber: Kompas, 4 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan