Mereka yang Telah Dipilih DPR Menjadi Hakim Agung Baru

Hatta Mantan Pembalap, Mukhtar Selalu Diikuti Istri
Gedung Mahkamah Agung (MA) bakal punya penghuni baru. Mereka adalah enam calon hakim agung yang dipilih anggota Komisi III DPR pada 6 Juli lalu dan kini tinggal menunggu penetapan dari presiden. Siapa saja mereka?

Sore itu di sebuah ruangan di lantai II gedung Direktorat Peradilan Umum di kawasan Kuningan, Jakarta, empat orang sedang mengobrol. Tak jauh dari tempat mereka duduk, sebuah televisi layar datar menyala dan tak ada yang menonton. Televisi itu sedang menayangkan siaran langsung pertandingan sepak bola Piala Asia antara Uzbekistan dan Iran.

Pembicaraan empat orang itu terhenti ketika Jawa Pos datang ke gedung itu. Hatta Ali, salah seorang di antara mereka, langsung menyambut dengan ramah. Mari, silakan... saya memang sedang menunggu Anda, kata Hatta kepada Jawa Pos, lantas tersenyum.

Hatta adalah salah seorang di antara enam hakim agung baru yang dipilih Komisi III DPR RI pada 6 Juli lalu. Sehari-hari pria 57 tahun itu menjabat Dirjen Badan Peradilan Umum MA.

Setelah menanyakan kabar, Hatta mengajak Jawa Pos menuju ke ruangannya. Dibandingkan dengan kebanyakan ruangan hakim agung di MA yang sempit, ruang kerja Hatta jauh lebih luas dan nyaman. Dindingnya dilapisi parket kayu. Lembaran karpet tebal juga digelar menutupi lantai ubin. Di dalam ruangan itu juga ada akuarium berisi ikan arwana. Saya suka menonton ikan jika sedang tegang, kata alumnus Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) itu.

Di ruangan itu juga terpajang patung kepala kuda dan patung orang bermain golf yang terbuat dari marmer putih. Ini memang tak bisa dibandingkan dengan ruangan hakim agung yang sempit, ujarnya, lantas tersenyum. Meski demikian, Hatta menyatakan siap boyongan ke gedung MA di Jalan Merdeka Selatan untuk menempati ruangan yang jauh lebih sempit jika nanti secara resmi telah menjadi hakim agung.

Dia menambahkan, dirinya dan keluarga juga siap dengan segala risiko sebagai konsekuensi atas jabatannya sebagai hakim agung. Mungkin karena sudah puluhan tahun menjadi hakim. Jadi, gampang sekali menyesuaikan, tutur pria yang menjadi hakim sejak 1982 itu.

Selama menjadi hakim, reputasi Hatta dikenal keras dan tegas. Menurut Patrialis Akbar, anggota komisi III yang ikut menyeleksi para calon hakim agung, Hatta adalah hakim yang berani menghukum mati para penjahat narkoba. Itu terjadi ketika dia menjadi ketua Pengadilan Negeri (PN) Tangerang.

Saat itu PN Tangerang dikenal sebagai kuburan para penjahat narkoba. Salah satu putusan Hatta yang kontroversial, dia menjatuhkan vonis mati kepada terdakwa pemilik pabrik ekstasi Ang Kiem Soei. Lebih baik saya mengenyahkan seorang daripada 15 ribu orang tewas tiap tahun gara-gara narkoba. Itu yang tewas, belum lagi korban lain, ujar Hatta ketika ditanya seputar kiprahnya selama menjadi hakim di PN Tangerang.

Ketika menjatuhkan vonis mati, Hatta mengaku sama sekali tak gentar meski akibatnya menjadi sasaran teror. Ada juga telepon gelap dan teror-teror terselubung. Tapi, saya menganggap biasa-biasa saja. Belum serius gitu, tambah pria kelahiran Pare-Pare itu.

Soal keberanian menjatuhkan vonis mati, bapak dua anak tersebut mengatakan datang dari keyakinannya. Kalau tidak yakin tentang kesalahan orang itu, kita dihantui ketakutan, serbaragu, ujarnya.

Hatta menceritakan, saat masih muda, dirinya punya masa lalu yang berpengaruh pada keberanian. Saya dulu anak nakal, katanya, kemudian tersenyum.

Bungsu di antara sepuluh bersaudara itu menuturkan, masa mudanya sering dihabiskan di jalanan sebagai pembalap liar. Saat ibu dan kakak perempuannya tidur, Hatta mengendap-endap keluar rumah untuk ikut balapan yang biasanya dimulai pukul 00.00, saat jalanan sepi. Itu masa lalu. Ternyata perbuatan saya dulu mengganggu orang. Apalagi, knalpotnya sengaja dibuka, biar berisik, ujarnya, lantas tertawa. Berkelahi antarremaja pun tak jarang dia lakoni kala itu.

Suatu ketika, tepatnya pada 1969, saat Hatta lulus SMA, sang ibu meninggal dunia. Setelah ibu meninggal, saya sadar sesadar-sadarnya. Itu pukulan telak bagi saya, katanya.

Setelah itu, Hatta bertekad memperbaiki diri. Jadi, hidup saya boleh dibilang penuh warna. Hingga kini, akhirnya menjadi seorang hakim, tuturnya. Dia berjanji, setelah nanti menjadi hakim agung, dirinya bakal berusaha mewujudkan pengadilan yang cepat, murah, dan sederhana. Kalau tidak, perkara di MA akan terus bertumpuk-tumpuk, tambahnya.

Muhktar Kenyang di Pengadilan Agama

Selain Hatta, calon hakim agung lain yang juga telah dipilih Komisi III DPR adalah Drs Mukhtar Zamzami MHum. Saat ini dia masih menjabat ketua Pengadilan Tinggi Agama di Pekanbaru.

Meski bertugas di Pekanbaru, sebagian besar keluarganya masih tinggal di Palembang. Wartawan Sumatera Ekspres (Grup Jawa Pos) Selasa pagi lalu mengunjungi rumah Mukhtar yang sederhana di Jl Ratu Sianum, Kecamatan Ilir Timur (IT) II, Palembang. Lokasi rumah Mukhtar tak seberapa jauh dari Sungai Musi.

Tiba di rumah Mukhtar, wartawan koran ini disambut Rifky Arditika Mukhtar SHI, 28. Dia adalah putra bungsu Mukhtar dari tiga bersaudara. Ayah saya masih di Pekanbaru, kata Rifky yang sehari-hari menjadi pegawai di Pengadilan Tinggi Agama Palembang itu.

Ketika wartawan koran ini asyik ngobrol dengan Rifky, muncul Ny Masriah, istri Mukhtar. Dengan ramah, wanita 57 tahun itu menyapa.

Saya kebetulan sedang berada di Palembang. Besok saya ke Pekanbaru, katanya.

Masriah mengatakan, sehari-hari, dia lebih banyak mendampingi suaminya di Pekanbaru. Saya ini selalu mengikuti bapak, ke mana pun ditugaskan, ujarnya.

Nanti kalau bapak jadi ke Jakarta, ya saya akan ikut juga ke Jakarta. Tapi, jangan terlalu dibesar-besarkan ya nak, apalagi SK presiden belum turun, kata wanita asal Jember itu.

Wanita yang menikah dengan Mukhtar pada 1973 itu menceritakan, suaminya memulai karir sebagai hakim di Pengadilan Agama (PA) Pangkal Pinang, Bangka, 1976-1979. Lalu, jadi hakim di PA Palembang pada 1979-1985. Selanjutnya, 1985-1990, Mukhtar diangkat menjadi ketua PA Bengkulu. Puncak karirnya, per 4 April 2006 (sampai sekarang), Mukhtar diangkat sebagai ketua Pengadilan Tinggi Agama Pekanbaru. Kami sekeluarga langsung sujud syukur begitu mendengar kabar bapak lolos seleksi di DPR untuk menjadi hakim agung, ungkapnya.

Di tempat terpisah, Mukhtar ketika dihubungi Sumatera Ekspres via ponsel mengatakan, dia bersyukur lolos seleksi jadi hakim agung. Alhamdulillah sujud syukur. Terima kasih ucapannya, kata pria 59 tahun itu. (Elin Yunita, Jakarta dibantu agus srimudin/jpnn)

Sumber: Jawa Pos, 19 Juli 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan