Musyawarah Hakim Buntu Lagi; Tiga Hakim Ad Hoc Minta Ketua Majelis Diganti

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pecah menyusul kegagalan mereka bermusyawarah memutuskan kehadiran Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan sebagai saksi. Karena musyawarah gagal untuk ketiga kalinya, tiga hakim ad hoc meminta agar ketua majelis hakim Kresna Menon diganti.

Sidang suap MA dengan terdakwa Harini Wijoso, pengacara Probosutedjo, yang semula direncanakan digelar di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rabu (17/5), kembali ditunda karena hanya dihadiri dua hakim karier. Mereka adalah Kresna Menon selaku ketua majelis hakim dan Sutiyono.

Tiga hakim ad hoc, yakni I Made Hendra Kusumah, Achmad Linoh, dan Dudu Kuswara, menghendaki Bagir Manan dipanggil sebagai saksi. Sedangkan Kresna dan Sutiyono menolak menghadirkan Bagir Manan yang Kamis ini akan dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Ketua MA masa jabatan 2006-2011.

Dalam persidangan, Kresna mengatakan, Sebetulnya hari ini adalah pemeriksaan terdakwa, tetapi Saudara melihat majelis tidak lengkap. Saudara terdakwa, penuntut umum, dan kuasa hukum, kami ingin perkara ini lancar.

Menurut catatan Kompas, persidangan dengan terdakwa Harini Wijoso ini tinggal memiliki waktu 23 hari.

Kresna pun membuka-buka Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ia pun menyitir sejumlah pasal dalam KUHAP. Ia menyebutkan Pasal 217 Ayat 2 yang menyatakan, segala sesuatu yang diperintahkan hakim ketua sidang untuk memelihara tata tertib di persidangan wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat.

Tindakan Kresna mendasarkan pada KUHAP ini berbeda dengan sikapnya pada persidangan 3 Mei. Di persidangan itu Kresna bersikeras menolak permohonan jaksa penuntut umum untuk menghadirkan Bagir sebagai saksi dengan mendasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1985. Meskipun jaksa berkali-kali menjelaskan argumen mereka bahwa secara jelas di dalam KUHAP Pasal 160 Ayat 1 Huruf c dicantumkan, hakim wajib mendengarkan keterangan saksi, baik yang meringankan maupun memberatkan.

Sesudah membacakan Pasal 217 KUHAP, di mana Kresna menekankan segala sesuatu yang diperintahkan hakim ketua sidang untuk memelihara tata tertib di persidangan wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat, Kresna pun memerintahkan panitera memanggil tiga hakim ad hoc tipikor. Tiga hakim ad hoc tak mau masuk.

Efendi Lod Simanjuntak, kuasa hukum Harini Wijoso, meminta kepastian apakah ketiga hakim yang walk out itu mengundurkan diri secara permanen ataukah tidak. Kuasa hukum mengkritik tertundanya sidang yang sampai empat kali.

Kresna pun kembali meminta panitera memanggil ketiga hakim ad hoc tipikor. Pada saat panitera memanggil ketiga hakim ad hoc tipikor, mikrofon di depan Kresna lupa dimatikan.

Dalam rekaman wartawan terdengar bisik-bisik pembicaraan antara Kresna dan Sutiyono. Sutiyono mengatakan, Kita dipanggil.

Kresna menjawab, Siapa-siapa?

Sutiyono menjawab, Majelis hakim.

Kresna lalu bertanya, Perintah KPT (Ketua Pengadilan Tinggi DKI) itu apa?

Pembicaraan terhenti saat panitera kembali melaporkan bahwa ketiga hakim ad hoc tipikor tidak ada.

Jaksa Khaidir Ramly mengatakan, Menjadi pertanyaan bagi kami, mengapa majelis hakim belum bisa memutuskan hanya masalah menghadirkan saksi bernama Bagir. Masalah yang lebih besar dari ini, kami yakin majelis bisa memutuskannya, tetapi kenapa untuk menghadirkan seorang saksi bernama Bagir Manan menemui kesulitan.

Minta diganti
Menanggapi sikap ketua majelis yang ngotot menolak menghadirkan Bagir, ketiga hakim ad hoc, Made Hendra Kusumah, Achmad Linoh, dan Dudu Duswara, mengajukan surat kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Sebenarnya kalau mau fair, majelis hakim ini diganti semua. Akan tetapi, hakim ad hoc cuma ada satu majelis, yakni tiga orang ini saja. Oleh karena itu, solusi yang kami tawarkan bagaimana kalau ketua majelis hakim diganti. Hal ini terpaksa kami lakukan karena semua cara sudah dilakukan, tetapi tidak juga berhasil, kata Made Hendra.

Kresna tak bisa dimintai konfirmasinya karena telepon selulernya ternyata hanya dijawab oleh istrinya.

Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Cicut Sutiarso saat dikonfirmasi mengaku sudah menerima surat yang dikirimkan para hakim ad hoc tipikor ini. Namun, ia enggan memberikan penjelasan mengenai isi surat dan tanggapan yang akan diberikan.

Sementara juru bicara MA, Djoko Sarwoko, mengatakan, penggantian ketua majelis tidak dapat dilakukan begitu saja hanya berdasarkan permintaan anggota majelis. Penggantian ketua majelis harus memenuhi ketentuan peraturan.

Djoko mengimbau kelima hakim tipikor tersebut untuk tidak mengedepankan ego masing-masing. Mereka harus mengutamakan penyelesaian perkara dibandingkan perlu tidaknya seorang saksi dipanggil mengingat waktu yang tersisa sangat terbatas.

Ditanya apakah MA akan melakukan intervensi mengingat waktu penyelesaian perkara yang terbatas, Djoko mengatakan, itu mungkin akan dilakukan dalam rangka pengawasan. Ia mengakui perkara itu memang masih dalam proses pengadilan dan hakim memiliki independensi dalam menangani perkara tersebut. Namun, kata Djoko, jika independensi itu digunakan secara salah, MA dapat melakukan langkah penertiban. MA akan bertindak jika sudah terjadi kemandekan dan ada akibat nyata dan jelas.

Pengadilan Tipikor memiliki waktu 90 hari untuk memeriksa dan memutus suatu perkara, dihitung sejak berkas perkara dilimpahkan. Berkas Harini Wijoso dan lima anggota staf MA telah diterima Pengadilan Tipikor pada 9 Februari 2006. Dengan demikian, Pengadilan Tipikor tinggal memiliki waktu 23 hari untuk menyelesaikan perkara tersebut, padahal hingga kini masih banyak tahapan sidang yang belum dilalui, yaitu pemeriksaan terdakwa, penuntutan, pembelaan, dan putusan. (VIN/ANA)

Sumber: Kompas, 18 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan