Para Politikus pun Kebagian

Tujuan pemberian dana pun bermacam-macam, mulai untuk bantuan pengobatan, sumbangan untuk kelompok tani, pembelian baju batik, hingga uang saku.

Selain mengalir ke rekening partai-partai politik dan beberapa lembaga, dana nonbujeter yang dihimpun Rokhmin Dahuri saat menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan diduga turut dinikmati sejumlah politikus. Rokhmin menegaskan pengumpulan dana di luar anggaran resmi negara itu sudah lazim dan dilakukan banyak departemen lain. Saya justru memperbaikinya dengan mencatat semua pengeluaran itu, katanya Sabtu lalu.

Dokumen Departemen Kelautan yang diterima Tempo menunjukkan semua aliran dana ini terjadi pada Januari 2003 hingga Mei 2006. Rokhmin tak lagi menjadi menteri sejak akhir Oktober 2004. Tujuan pemberian dana pun bermacam-macam, mulai untuk bantuan pengobatan, sumbangan untuk kelompok tani, pembelian baju batik, hingga uang saku.

Pada 2 Januari 2004, misalnya, tercatat Rokhmin memberi sumbangan untuk Anthoni Amir, Saifullah Yusuf, dan Slamet Effendy Yusuf. Setelah digabung dengan biaya kunjungan kerja Rokhmin ke Cirebon, bantuan pengobatan bagi Nurjaya Ketut, dan pemberian bantuan untuk Sarwono ke Belanda, jumlah pengeluaran mencapai hampir Rp 278 juta (lihat infografis).

Lalu pada 4 Mei 2005 tercatat ada pos pembiayaan akomodasi Menteri Kelautan di Hotel Hilton dan perjalanan luar negeri buat Putu Ardana dan Syamsul Mu'arif ke Kanada. Total pengeluaran ini mencapai Rp 218,9 juta.

Slamet Effendy Yusuf yang dihubungi kemarin mengaku pernah menerima sumbangan dari Rokhmin. Bukan untuk pribadi, tapi pesantren saya memang pernah dibantu, ujar politikus Partai Golkar ini. Menurut Slamet, bantuan untuk pesantren yang didirikan orang tuanya di Purwokerto, Jawa Tengah, itu diberikan pada 2004. Jumlahnya sedikit, sekitar Rp 20 juta.

Tak seperti Slamet, sejumlah nama lain yang tercatat dalam laporan itu membantah ikut menikmati dana nonbujeter. Menteri Kelautan sebelum Rokhmin, Sarwono Kusumaatmadja, mengaku tak pernah menerima bantuan itu. Kalaupun pernah menerima sejumlah uang, kata Sarwono, itu karena ia menjadi penasihat menteri dan penasihat Dewan Maritim Indonesia. Semua resmi dari APBN.

Politikus Golkar lainnya, Syamsul Mu'arif, malah tertawa saat dimintai konfirmasi soal sumbangan yang ditujukan kepadanya untuk kunjungan ke Kanada. Ini lucu, seumur hidup saya belum pernah ke Kanada, katanya. Menurut dia, data itu tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Apa di laporan tersebut ada tanda tangan saya? Kalau tidak, saya sulit berkomentar.

Bantahan disampaikan juga oleh Saifullah Yusuf dan Sabam Sirait. Nama Sabam beberapa kali muncul dalam catatan Rokhmin. Tapi politikus Partai Demokrasi Perjuangan ini dengan tegas menyangkal menerima bantuan. Buat apa? ujarnya.

Adapun Saifullah, yang kini menjabat Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, mengaku memiliki hubungan dekat dengan Rokhmin. Tapi ia menegaskan tak pernah menerima aliran uang nonbujeter itu. Mudah-mudahan saya tidak keliru. GUNANTO ES | DWI RIYANTO

Sumber: Koran Tempo, 3 April 2007
------------
Aliran Dana Rokhmin Harus Diungkap

Yang penting, kan sumber dananya harus sah.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang M.S. Kaban meminta aliran dana dari Departemen Kelautan dan Perikanan pada partai-partai politik diungkap secara terbuka.

Supaya tidak timbul silang pendapat, kata Kaban kemarin, sebelum mengikuti sidang kabinet di kantor kepresidenan.

Menurut Kaban, yang juga menjabat Menteri Kehutanan, pengungkapan itu penting untuk menunjukkan transparansi dan akuntabilitas masing-masing partai. Partai politik boleh saja menerima dana dari luar organisasi asalkan prosesnya sesuai dengan ketentuan undang-undang. Yang penting, kan sumber dananya harus sah.

Sebelumnya, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri mengatakan dana nonbujeter yang dihimpunnya di Departemen Kelautan mengalir ke berbagai pihak, termasuk ke kantong partai-partai politik dan sejumlah individu. Berdasarkan pembukuan pengeluaran dana operasional, beberapa partai yang diketahui menerima bantuan dari departemen itu, antara lain Partai Persatuan Pembangunan, Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Amanat Nasional (Koran Tempo, 2 April).

Pendapat senada disampaikan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Baharuddin Aritonang. Kalau mau transparan, seharusnya partai politik itu diaudit, ujarnya. Kalau diberi mandat, kami bisa melakukannya. Tapi sebelum itu, masing-masing partai bisa berinisiatif dengan meminta akuntan publik mengaudit mereka.

Dengan audit terbuka, kata Aritonang, kecurigaan terhadap sumber pendanaan partai bisa dikurangi. Mereka bisa pasang bendera bahwa partainya bersih sebagai promosi kepada simpatisannya.

Anggota dewan pengurus Indonesia Corruption Watch, Danang Widoyoko, pun menuntut hal yang sama. Menurut Danang, kasus Rokhmin itu membuktikan betapa kacaunya administrasi keuangan pemerintah. Apalagi BPK menemukan ada banyak departemen lain melakukan praktek seperti Rokhmin, ujar Danang. Seharusnya Komisi Pemberantasan Korupsi memanfaatkan informasi tersangka itu untuk mengembangkan kasusnya. SUTARTO | AGUS SUPRIYANTO | TOMI

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan